Jokowi akan ke Ukraina dan Rusia, Guru Besar UI: Bukan Mendamaikan, tetapi Minta Gencatan Senjata
Politik | 24 Juni 2022, 05:05 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Guru Besar Hukum Internasional Univeristas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana buka suara terkait rencana Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang akan mengunjungi Ukraina dan Rusia pada akhir Juni 2022.
Diketahui, Presiden Jokowi dijadwalkan menemui Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky di Kiev.
Baca Juga: Dikawal Militer, Jokowi akan Naik Kereta dan Pakai Helm hingga Rompi Antipeluru selama di Ukraina
Selain itu, Jokowi juga dijadwalkan bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Moskow.
Jokowi akan pergi ke dua negara tersebut setelah rampung mengikuti acara KTT G7 di Jerman pada 26 hingga 28 Juni 2022.
Menanggapi rencana itu, Hikmahanto mengatakan, sebenarnya yang dilakukan Indonesia menyambangi Ukraina dan Rusia bukanlah untuk mendamaikan dua negara yang sedang perang itu. Melainkan meminta mereka melakukan gencatan senajata.
"Sebenarnya yang dilakukan Indonesia bukanlah mendamaikan, tetapi bagaimana bapak presiden ketika ada di Kiev dan di Moskow bisa meminta dua negara itu melakukan gencatan senjata," kata Hikmahanto melalui keterangan video yang diterima di Jakarta, Kamis (23/6/2022).
Baca Juga: Jokowi Bakal Dikawal 39 Personel Pasukan Elite saat Temui Zelensky di Ukraina, Tim Dibagi 3 Regu
Hikmahanto mengungkapkan alasan Indonesia tidak dapat mendamaikan kedua negara tersebut. Menurut dia, upaya mendamaikan dua negara yang sedang perang bukanlah kompetensi Indonesia.
"Karena kalau mendamaikan berarti Indonesia seolah harus tahu betul tentang konflik. Padahal ini bukanlah kompetensi Indonesia," ucapnya.
Hikmahanto berpandangan perang di Ukraina tidak hanya melibatkan dua negara yang sedang bertikai. Tetapi, lebih dari itu.
"Perang di Ukraina itu tidak hanya perang antara Rusia dengan Ukraina, tetapi juga Rusia dengan Amerika Serikat dan sekutunya," ucap Hikmahanto.
Baca Juga: Siap ke Wilayah Perang, Pasukan Elite Jokowi akan Dilengkapi Senjata dan Amunisi Tak Terbatas
Menurut Hikmahanto, Rusia dan Ukraina saat ini membutuhkan pihak ketiga seperti Indonesia untuk mereka melakukan gencatan senjata.
"Saya rasa Rusia dengan Ukraina sangat membutuhkan pihak ketiga seperti Indonesia untuk membantu mereka (melakukan gencatan senjata)," ucap dia.
"Karena kalau kita bandingkan dengan Israel dan Turki, itu kan dilakukan di awal-awal serangan. Sekarang setelah lama, mungkin saja Rusia sudah terkuras uang dan tenaga, mereka sudah capek, demikian juga dengan Ukraina."
Karena itu, Hikamahanto menyebut bukan hanya satu negara, tetapi keduanya membutuhkan peran Indonesia agar gencatan senjata bisa benar-benar dilakukan.
Baca Juga: Jokowi Bakal Jadi Pemimpin Asia Pertama yang Kunjungi 2 Negara Konflik Ini, Rusia-Ukarina!
"Membutuhkan peran dari Indonesia agar tindakan menghentikan perang itu atau gencatan senjata, bukan karena keinginan dari salah satu pihak, tapi menggunakan alasan Indonesia yang meminta mereka," ujar Hikamahanto.
Sementara itu, Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Danpaspampres) Mayjen TNI Tri Budi Utomo mengatakan Presiden Jokowi akan dikawal 39 personel pasukan elite selama berada di Kiev, Ukraina.
Tim tersebut terdiri atas 10 personel yang masuk dalam tim penyelamatan, 19 personel grup utama, dan 10 personel tim pendahulu yang akan berada di Ukraina lebih dulu.
Sebetulnya, Tri mengungkapkan, tim penyelamatan biasanya tidak diikutsertakan dalam beberapa kegiatan kepala negara.
Baca Juga: Invasi Rusia-Ukraina, Indonesia Kena Imbasnya: Eskpor Komoditas Nonmigas Melonjak Naik!
Namun, kunjungan Presiden Jokowi kali ini berbeda. Karena itu, tim penyelamatan turut dilibatkan. Tri menyebut tim penyelamatan akan ditugaskan menggunakan pakaian dinas lapangan TNI.
"Namun, untuk main group-nya (grup utama), kami sendiri tetap penyelamatan dengan meng-cover beliau secara langsung," ucap dia.
"Nanti kalau seandainya tim penyelamatan punya tugas masing-masing, itu juga sudah kami siapkan."
Baca Juga: AS Bentuk Tim untuk Bantu Ukraina Usut Dugaan Kejahatan Perang Rusia
Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV