Kisah Kesederhanaan Buya Syafii Maarif Sang Guru Bangsa: Bersepeda hingga Tak Mau Diistimewakan
Peristiwa | 27 Mei 2022, 12:50 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV — Sang Guru Bangsa, Ahmad Syafii Maarif atau biasa dikenal Buya Syafii Maarif meninggal dunia pada hari ini, Jumat (27/5/2022).
Ada banyak kesederhanaan yang ditunjukkan Buya Syafii, bahkan hal itu menjadi inspirasi bagi banyak pihak. Salah satunya, kebiasaan Buya Syafii yang suka naik sepeda.
Menurut Kolega Syafii Maarif, Erik Tauvani, Buya biasa naik sepeda ke pasar untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari.
Tak hanya itu, dengan menaiki sepedanya Buya membeli obat, membayar listrik, hingga pergi ke bank.
"Buya naik sepeda itu biasa, orang yang melihat sekali kan heran padahal itu keseharian Buya, bagian dari olahraga. Itu bukan pencitraan dan bukan sesuatu yang besar, karena bagi Buya itu kesehariannya," kata Erik Tauvani dilansir dari Kompas.com, Jumat.
Tak hanya itu, Erik juga menuturkan Buya Syafii Maarif juga tidak mau diistimewakan. Buya selalu menolak jika diminta untuk tidak usah mengantre.
Baca Juga: Buya Syafii Maarif Wafat, Sejumlah Tokoh Ucapkan Belasungkawa
Sehingga saat berobat di rumah sakit, puskesmas saat di bank atau mengurus paspor, Buya dengan sabar mengantre bersama orang-orang lainya. Buya juga berinteraksi dengan siapapun.
"Intinya Buya merasa semua sama, semua orang punya hak yang sama. Kultur egaliternya itu sangat kuat sehingga kalau ngantri Buya mengantre sesuai dengan nomor, tidak mau melewati," ujarnya.
Selayaknya kepala keluarga, Buya juga aktif dalam kegiatan masyarakat di lingkungan rumahnya.
Buya mengikuti rapat RT hingga bersama warga berkeliling mencari hewan kurban.
"Buya merasa dirinya bagian dari masyarakat dan tidak ada sekat. Buya itu rapat RT, rapat takmir, ikut tirakatan 17an sampai malam," tuturnya.
Tokoh bangsa yang lahir pada 31 Mei 1935 di Sumpur Kudus, Sumatera Barat, kini tinggal bersama istrinya di Nogotirto, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Sisi kesederhanaan bahkan tidak hanya dimiliki Buya, melainkan juga istrinya. Menurut Erik, Buya Syafii Maarif dan istrinya adalah sosok yang mandiri dan sederhana.
Mencuci baju hingga menyapu rumah menjadi pekerjaan yang biasa dilakukan Buya saat berada di rumah.
"Sopir pribadi tidak punya, pembantu pribadi tidak punya. Walaupun sesekali meminta tetangga bantu-bantu," ucapnya.
Saat Buya harus dirawat, maupun kala istrinya operasi lutut pihak rumah sakit berniat untuk menggratiskan.
Namun saat itu Buya Syafii Maarif menolak niat pihak rumah sakit.
"RS PKU tidak mau menerima uang (Buya), tapi akhirnya beberapa waktu kemudian istrinya dengan Buya menyumbangkan sekian untuk pembangunan di PKU," ujarnya.
Selain itu, setiap hari lahir, Syafii Maarif tidak pernah merayakan ulang tahun.
Kendati demikian, Buya Syafii Maarif sangat senang berwisata kuliner dan mentraktir makan siapapun.
"Sekali saya pernah mentraktir Buya itupun saya memaksa. Sampai Buya bilang 'Anda sudah kaya ya?'," ungkap Erik sambil tertawa.
Buya juga berteman dan bersahabat dengan siapapun. Dia dekat dengan para pemuka agama apapun.
"Pokoknya soal pergaulan Buya itu sudah meretas batas-batas primordial keagamaan, suku, bangsa. Untuk pergaulan Buya itu masuk ke semua lini," ujarnya.
Erik menuturkan Buya selalu mendengar segala keluh kesah orang lain. Bahkan, Buya merupakan pendengar yang baik.
"Buya itu sangat murah hati, dan yang jelas pendengar yang baik. Tidak langsung bicara, tetapi mendengarkan, mendengarkan terus baru kalau sudah, Buya baru berbicara," ujarnya.
Baca Juga: Profil Buya Syafii Maarif Cendekiawan dan Tokoh Muhammadiyah Berpengaruh Asal Minangkabau
Penulis : Nurul Fitriana Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas.com