> >

LBH Jakarta Sebut Wacana Penundaan Pemilu sebagai Tanda Mundurnya Demokrasi

Politik | 10 April 2022, 16:56 WIB
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Arif Maulana memberikan pernyataan dan sikap terkait isu penundaan pemilu yang kian deras pergerakannya dilakukan oleh elite politik. (Sumber: KOMPAS.com/Devina Halim)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyebut isu penundaan pemilu dan penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode merupakan tanda mundurnya demokrasi di Indonesia.

Direktur LBH Jakarta Arif Maulana menyatakan, wacana yang digencarkan oleh elite politik tersebut telah mencederai praktik negara hukum dan demokrasi di Indonesia.

"Penundaan pemilu, kami lihat sebagai satu simtom atau tanda bahaya bagi mundurnya demokrasi dan negara hukum Indonesia," kata Arif dalam Konferensi Pers Bersama Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Minggu (10/4/2022).

"Ini adalah tanda yang sangat mencolok, rusaknya praktik negara hukum dan demokrasi yang dilakukan oleh elite politik," sambungnya.

Baca Juga: Wantimpres Tegaskan Penundaan Pemilu hingga Presiden 3 Periode Tidak Dapat Diimplementasikan

Arif juga melihat adanya dugaan pergerakan yang disengaja oleh elite politik untuk melancarkan ambisi menunda pemilu, bahkan hingga ke lingkup paling bawah yakni pejabat tingkat desa.

Padahal, baik pejabat di tingkat pusat, provinsi, hingga desa sekalipun, suara penundaan pemilu itu harus betul-betul berasal dari rakyat.

"Saya pikir, kalau yang menyuarakan (penundaan pemilu) adalah rakyat kecil yang hari ini mengalami berbagai kesulitan, maka itu wajar," ujar Arif.

"Tapi, kalau yang kemudian bersuara adalah para menteri, ketua partai politik, kepala desa yang dugaannya digerakkan, maka ini menjadi tanda tanya besar," imbuhnya.

Baca Juga: Presiden Lantik Anggota KPU dan Bawaslu 12 April, Mahfud MD: Ini Bukti Pemerintah Fokus Pemilu 2024

Penulis : Aryo Sumbogo Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU