> >

Melihat Pertama Kali, Proses Membangun IKN, Terik Matahari hingga Sejuknya Angin Bukit Pesisir

Aiman | 21 Maret 2022, 07:23 WIB
Melihat pertama kali, proses membangun Ibu Kota Negara, dari terik panas matahari hingg sejuknya angin bukit pesisir (Sumber: AIMAN Kompas TV)

Persis 3 hari setelah Presiden Jokowi, para menteri, dan pimpinan Lembaga Tinggi negara berkemah di titik nol Ibu Kota Negara Nusantara, Saya datang untuk pertama kali dan memasuki wilayah yang kini tertutup untuk umum. Dijaga ketat. Bahkan Kodam Mulawarman telah membuka Pos Komandonya di lokasi Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) Ibu Kota Negara Nusantara.

Dijaga Ketat, Ada Pos Kodam Mulawarman

Saya tidak hanya berkeliling ke titik nol, tapi juga ke Istana Negara yang sebelahnya dibangun Pos Komando Pertahanan dan Keamanan dari Kodam Mulawarman di Kalimantan Timur, hingga cikal bakal Jalan Lingkar Sepaku, yang merupakan Jalan Lingkar utama pertama kali yang akan mengelilingi Ibu Kota Nusantara yang luasnya 4 kali lipat lebih dari keseluruhan Kota Jakarta. 

Saya ditemani oleh Bupati Penajam Paser Utara Hamdam Pongrewa. Hamdam sebelumnya adalah wakil bupati Penajam Paser Utara (PPU). Namun karena Bupatinya kala itu Abdul Gafur Mas'ud tertangkap KPK atas kasus korupsi, maka Hamdam kini menggantikannya sebagai Bupati.

Menggapai Ibu Kota dari Darat dan Laut

Yang menarik, saya menuju ke IKN melalui 3 cara. Pertama Jalan Tol, Kedua Jalur Laut, dan Ketiga walaupun belum jadi, tapi saya sempat menaiki Jembatan. Ketiganya menghubungkan Kota Balikpapan dengan Ibu Kota Nusantara.

Saya mulai perjalanan masuk ke dalam pintu utama KIPP (Kawasan Inti Pusat Pemerintahan).  Di sini penjagaan sangat ketat. Tidak boleh sembarang masuk, kecuali ada izin tertentu dari pihak Otorita ataupun terkait urusan Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), tempat di mana mayoritas Ibu Kota baru berada.

Jalan dari pintu masuk utama, sekitar 4 kilometer ke dalam, saya menemukan titik nol Ibu Kota Negara.

Jangan dianggap kecil, karena Ibu Kota negara ini kalau tersasar bisa jauh menembus hutan. Memang alamnya begitu indah luar biasa, deretan hutan tanaman industri berupa pohon akasia yang menghasilkan kertas dan tisu. Ada pula sebagian kecil berbalut hutan lindung, yang dilarang untuk dirambah.

Antara Titik Nol dan Istana Negara di IKN

Saya melalui lebar jalan yang sangat besar, lebih dari 40 meter, perkiraan saya. Dan akhirnya sampailah saya pada titik nol IKN. Ternyata titik nol bukanlah Istana Negara. Titik Nol ini merupakan tanda (benchmark) sebagai satuan untuk mengukur segala sesuatu yang terkait dengan kepentingan IKN. Saya melihatnya sebagai tanda yang terbuat dari logam berwarna emas dan sebesar kancing baju. 

Soal fungsinya, dijelaskan oleh Menteri PPN/ Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa.

Suharso mengungkapkan, jika istana negara di IKN Nusantara bukanlah dibangun di titik nol. Titik nol di IKN, kata dia merupakan titik referensi untuk menghitung tingkat ketinggian bangunan di atas permukaan air laut.

"Itu akan menjadi referensi, berapa ketinggiannya dari titik nol, itu bukan berarti istana dibangun di titik nol. Dia (istana negara) agak ke atas, dan gedung DPR/MPR di sayap kanan," kata Suharso dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Kamis (3/2/2022).

Titik Nol yang saya lihat penuh sekelilingnya dengan tanaman yang dibawa oleh para Gubernur yang datang untuk prosesi Kendi Nusantara, dan terdiri dari bermacam-macam jenis pohon yang dibawa dari daerah para Gubernur masing-masing.

Dari titik nol saya bergerak menuju ke Istana Negara, yang berada jauh di atas titik nol. Mungkin sekitar 30 meter atau bahkan lebih dari titik nol. Istana Negara berada di puncak bukit dan diperkirakan akan menjadi tapak tertinggi dari semua bangunan yang ada di IKN.

Di sini pemandangannya sangat indah, bahkan jika cerah dan tak terhalang ranting pepohonan, bisa melihat hingga ke Muara di Kalimantan Timur yang berhubungan dengan perairan Selat Makassar.

Dari Terik Panas Matahari hingga Sejuknya Angin Bukit Pesisir

Meski terik mataharinya luar biasa, namun yang saya rasakan anginnya semilir dan suhunya cukup dingin. Mengingat walaupun posisi daerahnya di pesisir, tapi IKN adalah daratan yang berbukit, ditumbuhi pepohonan lebat, yang membuat alamnya sangat indah.

Setelah dari Istana Negara, saya tantang sang Bupati untuk menemui salah satu warga yang rumahnya berada persis di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan. Yah, kalau di Jakarta, rumah warga ini, berarti nantinya berada di kawasan Jalan Medan Merdeka, di Jakarta.

Jumlahnya cukup banyak, dari data Pemkab PPU, ada ratusan rumah yang berada di dalam KIPP. Pertanyaannya apakah akan dipindahkan atau tetap?

Saya bertanya kepada salah satunya. Jawaban mengejutkan saya dapatkan. Bahwa ia tak ingin pindah walau dibayar dengan uang berapa pun. Jika ada pilihan di antara pindah dan tidak pindah, makan yang dipilih adalah yang pertama, alias tidak pindah.

Namun jika hanya ada satu pilihan, pindah. Maka yang harus diperhatikan adalah kelangsungan mata pencaharian mereka. Jika pindah mereka meminta kebun dan ladang untuk melanjutkan hidup.

Memang kehidupan di Desa sering kali sangat berbeda dari Kota. Mereka mengupayakan untuk kebutuhan sehari-hari dari hasil ladang. Ada bermacam sayuran, nasi, hingga ikan air tawar. Jika tidak punya, mereka terbiasa bertukar dengan tetangga alias semacam barter. Bahkan di sini karena daerahnya dekat dengan muara, banyak pula ikan dari muara yang dimanfaatkan oleh warga. Meski mereka harus berhati-hati, karena masih ada sejumlah buaya yang tinggal di muara Ibu Kota Negara Nusantara.

Begitu kompleks masalah dalam pembangunan wilayah yang luasnya lebih dari 4 kali kota Jakarta. Banyak yang tidak yakin bahwa tahap awal pembangunan akan selesai pada 2024. Belum lagi soal gugatan undang-undangnya di Mahkamah Konstitusi.

 

Menarik untuk dicermati!

 

Saya Aiman Witjaksono

 

Salam!

Penulis : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV


TERBARU