Ingin Pemilu Ditunda, Luhut Pertanyakan Alasan Jokowi Harus Turun: Kami Capek Dengar Istilah Kadrun
Politik | 17 Maret 2022, 05:00 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menjadi salah satu tokoh publik yang ikut menggulirkan isu penundaan Pemilu 2024 dan wacana perpanjangan masa jabatan presiden.
Karena itu, Luhut yang ingin Pemilu 2024 ditunda, mempertanyakan alasan mengapa Presiden Joko Widodo atau Jokowi harus turun dari jabatannya.
Baca Juga: Demokrat: Big Data Luhut Tak Perlu Diributkan, Penundaan Pemilu adalah Pelanggaran Berat Konstitusi
"Saya tanya kamu, apa alasan orang bikin Pak Jokowi turun? Ada alasannya?," kata Luhut dikutip dari Kompas.com pada Rabu (16/3/2022).
Luhut mengatakan, banyak pihak yang bertanya kepadanya mengapa harus menghabiskan dana begitu besar untuk menyelenggarakan pemilu.
Sebab, kata dia, situasi saat ini masih ada pandemi virus corona atau Covid-19 yang belum selesai.
"Kenapa duit segitu besar, itu kan banyak itu mengenai pilpres mau dihabisin sekarang, mbok nanti lah, kita masih sibuk kok dengan Covid, keadaan masih begini, dan seterus-seterusnya. Itu pertanyaan," ujarnya.
Baca Juga: Luhut-Mahfud Beda Sikap soal Pemilu 2024, PKS: Jokowi Tidak Pegang Kendali Kabinet
Tak hanya itu, Luhut mengaku banyak orang yang menyatakan kepadanya bahwa kondisi saat ini relatif tenang tanpa pergantian kepemimpinan.
Sebaliknya, Luhut menilai, pemilu bisa mengubah situasi politik menjadi tidak tenang karena adanya poros-poros dukungan ke calon tertentu.
"Kenapa mesti kita buru-buru? Kami capek juga dengar istilah kadrun lawan kadrun, kayak gitu, ya apa istilahnya dulu itu lah. Kita mau damai, itu aja sebenarnya," tutur Luhut.
Lebih lanjut, Luhut bicara mengenai klaimnya soal big data bahwa 110 juta warganet meminta supaya Pemilu 2024 ditunda.
Baca Juga: Waketum PKB Minta Luhut Beberkan Big Data soal Penundaan Pemilu
Menurut dia, pernyataannya terkait hal itu tidak mengada-ada.
Ia justru menepis tudingan sejumlah pihak yang meragukan validitas data tersebut maupun yang menyebut bahwa big data itu tidak benar.
Namun demikian, ketika diminta menjabarkan data-data yang diklaimnya itu, Luhut enggan membukanya ke publik.
Luhut menambahkan, meskipun menyuarakan penundaan Pemilu 2024, dirinya tidak pernah mengumpulkan elite partai politik untuk berkonsolidasi membahas hal ini.
Dia mengaku paham bahwa upaya untuk menunda pemilu butuh proses yang panjang, perlu persetujuan DPR hingga MPR.
Baca Juga: AHY: Mari Sudahi Wacana Liar Penundaan Pemilu 2024 Apapun Alasannya
Luhut mengklaim bakal menyambut baik jika wacana tersebut terealisasi.
Namun, seandainya tidak berjalan, itu pun tak menjadi soal.
"(Kalau) MPR enggak setuju ya berhenti. Ya itulah demokrasi kita, kenapa mesti marah-marah? Ada yang salah?," kata Luhut.
Sebelumnya, dalam wawancara yang diunggah di sebuah akun YouTube, Luhut mengaku memiliki data aspirasi rakyat Indonesia yang ingin Pemilu 2024 ditunda.
Menurut dia, masyarakat ingin kondisi sosial politik yang tenang serta perbaikan kondisi perekonomian nasional.
Baca Juga: Spanduk Dukungan Luhut Capres 2026 Terbentang di Pulogadung, Dicopot Satpol PP
Luhut mengklaim bahwa terdapat big data yang berisi percakapan 110 juta orang di media sosial mendukung penundaan Pemilu 2024.
Klaim serupa lebih dulu disampaikan oleh Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar.
Muhaimin mengatakan, banyak akun di media sosial setuju dengan usulannya agar pelaksanaan Pemilu 2024 ditunda.
Menurut analisis big data perbincangan di media sosial, lanjut Muhaimin, dari 100 juta subjek akun di medsos, 60 persen di antaranya mendukung penundaan pemilu dan 40 persen menolak.
"Big data mulai jadi referensi kebijakan dalam mengambil keputusan. Pengambilan sikap bergeser dari sebelumnya mengacu pada survei, beralih pada big data," kata Muhaimin dalam keterangannya, Sabtu (26/2/2022).
Baca Juga: PDIP Pertanyakan Luhut Terkait Big Data Jadi Alasan Tunda Pemilu: Kapasitas Dia Apa?
Baik klaim Luhut maupun Muhaimin itu pun menuai kritik dan dinilai validitasnya diragukan banyak pihak.
Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Deni-Muliya
Sumber : Kompas.com