> >

Sertifikasi Halal Jadi Polemik, Pengamat: Banyak Salah Paham, Peran MUI Tidak Dihilangkan

Agama | 15 Maret 2022, 10:25 WIB
Banyak kekeliruan terkait label halal, termasuk tudingan MUI tidak ikut dalam sertifikasi halal, begini penjelasan pengamat dari halal Insitute (Sumber: MUI)
 

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pengamat sekaligus Direktur Halal Institute Asep Sa’duddin Sabilurrasad, mengatakan banyak kekeliruan terkait label halal yang diperdebatkan publik. Termasuk adanya anggapan Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak diikutkan dalam proses pemberian sertifikasi kehalalan sebuah produk. 

Asep Sa'dudin lantas menjelaskan, terkait fungsi Majelis Ulama Indonesia dalam sertifikasi halal ini, bahwa MUI masih sangat berperan dalam proses tersebut. 

Asep Sa’duddin meluruskan kabar yang bersebaran bahwa fungsi MUI dalam sertifikasi halal itu dihilangkan alias tidak lagi dilobatkan. Hal itu, menurutnya, hanya persoalan ketidaktahuan proses sertifikasi halal. 

Apalagi, lanjut dia, ada anggapan masyarakat halal diambil langsung oleh negara, menihilkan peran ulama dan masyarakat atau lembaga seperti MUI. 

“Yang salah dipahami orang adalah mengagap bahwa otoritas keagamaan diambil alih oleh negara.  Bukan seperti itu, MUI tidak dihilangkan,” paparnya dalam acara Apa Salahnya Halal Diurus Negara yang digelar Bincang Syariah dan diikuti KOMPASTV secara daring, Senin malam (14/3/2022).

MUI, kata dia, tetap dilibatkan sebagai satu satunya otoritas yang boleh menerbitkan fatwa terkait halal.

Penjelasan tersebut mengacu pada fungsi MUI,   sesuai  dengan ketetapan yang tertuang dalam Keputusan Kepala BPJPH Nomor 40 Tahun 2022 tentang Penetapan Label Halal sebagai pelaksanaan amanat Pasal 37 UU Nomor 33 Tahun 2014 sebagai pemeriksa dan pemberi fatwa halal.

Baca Juga: Fakta-fakta Logo Halal Baru Kemenag, Label MUI Tak Berlaku hingga Dikritik Jawa Sentris

Ia juga menjelaskan bahwa Sertifikasi halal merupakan bagian religious freedom (kebebasan beragama), sama halnya dengan kebebasan untuk berkeyakinan, beragama, dan menganut kepercayaan yang diyakini.

"Sebagai bagian dari kebebasan menjalankan kewajiban agama adalah mengkonsumsi produk yang halal. Sertifikasi halal ini bagian dari payung besar religious freedom,” paparnya.  

Namun harus diakui, kata dia, saat ini religious freedom lebih banyak memotret aspek pendirian rumah ibadah, isu status KTP dan semacamnya, tapi soal halal jarang disorot.

Padahal faktanya, di negara besar yang ada Eropa dan Amerika halal ini dianggap sebagai religious freedom, yang setiap makanannya ada logo halal.

“Jadi pengambil alihan sertifikasi halal bukan mengancam demokrasi, ini bagian dari demokrasi,” tegasnya.

Sebelumya, label halal baru yang diluncurkan secara resmi oleh Badan Penyelenggara Jaminan Halal (BPJH) Kemenag mengeluarkan logo yang secara resmi akan diberlakukan secara nasional mulai 1 Maret 2022. 

Label halal baru tersebut lantas menjadi perdebatan, ada yang menudingnya terlalu jawasentris hingga soal ketidakbacaan kata 'halal' dalam logo tersebut, termasuk di dalamnya tudingan MUI tidak lagi dilibatkan dalam proses legalisasi halal. 

Baca Juga: Soal Sertifikasi Halal, Dekan Syariah UIN Jakarta: Penetapan Halal Kerjasama BPJH dan MUI

 

Penulis : Dedik Priyanto Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU