> >

Pengamat Hukum Nilai Hukuman Edhy Prabowo Bisa Lebih Rendah Lagi, tapi Jadi Bahan Tertawaan

Hukum | 11 Maret 2022, 05:05 WIB
Pengamat Hukum Pidana Universitas Parahyangan Asep Iwan Iriawan menilai alasan majelis hakim Mahkamah Agung mengurangi vonis terdakwa Edhy Prabowo ditingkat kasasi tidak logis. (Sumber: KOMPAS TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Masa hukuman Edhy Prabowo, terdakwa suap izin budi daya lobster dan izin ekspor Benih Bening Lobster (BBL) kepada para eksportir dapat lebih rendah lagi meski sudah mendapat diskon 4 tahun di tingkat kasasi.

Pengamat Hukum Pidana Asep Iwan Iriawan menjelaskan beberapa faktor yang membuat hukuman terhadap terdakwa Edhy Prabowo dapat lebih rendah lagi. 

Pertama, terdakwa bisa saja mengajukan peninjauan kembali (PK) agar hukuman yang dijalani jauh lebih ringan. Terlebih putusan PK itu tidak boleh lebih tinggi dari putusan kasasi.

Baca Juga: Reaksi KPK Setelah MA Sunat Vonis Edhy Prabowo Jadi 5 Tahun Penjara

"Saya pikir bisa berkurang, cuma mungkin tertawaan kita para akademisi dan para praktisi," ujar Asep saat dihubungi di program Kompas Petang KOMPAS TV, Kamis (10/3/2022).

Faktor kedua yakni vonis ringan terhadap terdakwa ini sudah terjadi sejak tuntutan KPK. 

Dalam tuntutannya, KPK meminta hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara.

Tuntutan ini kemudian diaminkan oleh MA di tingkat kasasi dengan memberi potongan 4 tahun dari putusan di tingkat banding.

Baca Juga: MA Potong Hukuman Edhy Prabowo Jadi 5 Tahun Penjara, Alasan Mensejahterakan Masyarakat Lewat Lobster

Sebelumnya Pengadilan Tinggi Jakarta menjatuhkan vonis 9 tahun penjara terhadap Edhy Prabowo.

Faktor ketiga yakni sulit bagi KPK jika mengajukan PK, kecuali ada yang menarik bagi KPK.

Menurut Asep jika KPK mengajukan upaya hukum luar biasa berupa PK maka akan menjadi berdebatan di publik. 

Baca Juga: Tanggapi Keringanan Vonis Edhy Prabowo, Pengamat Hukum: Secara Penerapan Hukum Itu Tidak Benar!

Sebab sedari awal KPK sudah mengajukan tuntutan 5 tahun penjara dan dipenuhi pengadilan hingga MA. 

"Menurut saya enggak logis kalau KPK (ajukan) PK, dia (KPK) menuntut 5 tahun dipenuhi MA, sebelumnya sama Pengadilan Negeri, sehingga dia tidak akan mengajukan PK," ujar Asep. 

Pertimbangan Tidak Logis

Di sisi lain Asep menilai pertimbangan hakim MA dalam putusan kasasi Edhy Prabowo sangat tidak logis.

Baca Juga: Eks Pegawai KPK Gugat Jokowi, Pimpinan KPK, dan Kepala BKN ke PTUN: Kami Harap Permohonan Diterima

Majelis hakim membuat pertimbangan yang menilai kebijakan serta kinerja Edhy Prabowo saat menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan.

Hal itu, sambung Asep, jauh dari ketentuan yang diatur dalam UUD 1945 Pasal 24A dan Pasal 253 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

"Menilai menteri baik itu bukan kompetensi hakim, yang menilai menteri itu presiden. Hakim hanya menilai perbuatan salah benarnya atau memenuhi unsur atau tidak. Kalau hakim menilai kebijakan publik, saya enggak tahu itu dari mana."

Tak hanya itu, Asep menyayangkan putusan kasasi majelis hakim Mahkamah Agung yang mengurangi hukuman terdakwa.

Baca Juga: Firli Bahuri Kembali Dilaporkan, Pelapor: Kami Harap Dewas KPK Sanksi Firli Mundur dari Ketua KPK

Menurut Asep, majelis hakim bisa menambah masa hukum dengan mempertimbangkan Pasal 52 KUHP.

Dalam pasal tersebut sangat jelas menyatakan bahwa pejabat melakukan perbuatan pidana dalam jabatannya hukuman pidananya dapat ditambah sepertiga. 

Asep berharap hakim MA serius menangani perkara korupsi, seperti yang dilakukan almarhum Artidjo Alkostar terhadap para terdakwa tindak pidana korupsi yakni Luthfi Hasan Ishaaq, Angelina Sondakh, Akil Mochtar, Anas Urbaningrum serta Atut Chosiyah.

"Saya berharap hakim-hakim lain dalam perkara korupsi ditangani dengan serus dan luar biasa. Kita rindu Artidjo Alkostar, Adi Andojo. Hakim agung ini terhadap perkara koruspsi melakukan upaya serius dan luar biasa," ujar Asep.

 

Penulis : Johannes Mangihot Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU