Budiman Sudjatmiko: 1999 sampai 2004 Indonesia Lakukan Pemulihan Ekonomi, Pemilu Tetap Terlaksana
Sapa indonesia | 2 Maret 2022, 21:41 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Pada tahun 1999 hingga 2004 Indonesia banyak melakukan pemulihan ekonomi, tetapi pemilihan umum (pemilu) tetap dilaksanakan.
Hal itu disampaikan Budiman Sudjatmiko, politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), menanggapi isu tentang penundaan pemilu 2024.
Budiman mengatakan, negara bukan sekadar dibangun oleh konstitusi, tapi juga dibangun oleh etika, dan oleh sejarah.
“Sejarah, etika, dan konstitusi itu satu kesatuan. Jadi konstitusi tidak bisa diubah sembarangan dengan mengabaikan faktor-faktor apa yang menyebabkan sebuah konstitusi harus diubah,” ucapnya dalam Sapa Indonesia Malam KOMPAS TV, Rabu (2/3/2022).
Misalnya, lanjut Budiman, jika alasan penundaan karena faktor pemulihan ekonomi, menurut dia, sejak krisis moneter tahun 1997 pemulihan ekonomi sudah ada.
“Tapi, urusan pemilu kan urusan yang sifatnya reguler. Bahwa kemudian Pak Harto mundur pada Mei 1998, itu memang urusannya sudah lain, tidak demokratis pada waktu itu.”
Baca Juga: Usulan Tunda Pemilu 2024 Mencuat, Partai Demokrat: Itu Usulan yang Tidak Bertanggung Jawab!
“Tapi, antara 1999 sampai 2004 kita juga banyak melakukan pemulihan ekonomi, kita bangkit dari krisis. Toh dilaksanakan pemilu 1999, dilaksanakan pemilu 2004,” tegasnya.
Terkait isu penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden, Budiman mengatakan, partainya mengisyaratkan tidak akan setuju.
Hal itu, lanjut dia, sempat muncul dalam beberapa acara internal partai, dam dikemukakan oleh ketua umum maupun sekjen.
“Bu Mega menyebut tidak boleh mengganti pemilihan presiden langsung, regularitas dua periode,” tuturnya.
Sebab, pemilihan langsung maupun pembatasan periode masa jabatan presiden adalah dua buah dari reformasi, dan PDI Perjuangan lahir dari proses itu.
“Yang mau kita usulkan adalah pokok-pokok haluan negara saja, itu tidak membatasi atau merantai kebebasan para calon presiden.”
Apa alasan logis menolak penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden? Budiman menyebut bahwa urusan bernegara bukan urusan logika saja.
Baca Juga: KPU Pertanyakan Isu Penundaan Pemilu, Kenapa Tidak Muncul saat Pembahasan Bersama DPR
“Urusan bernegara terutama bukan urusan logika dan nggak logika, tapi urusannya etis dan tidak etis.”
“Yang jelas, tidak ada alasan etis untuk mengubah konstitusi untuk memperpanjang jabatan atau menunda pemilu,” tegasnya.
Kalau logika, lanjut Budiman, bisa saja. Secara logika sederhana, jika dua pertiga dari anggota dewan terpenuhi, logis-logis saja mengubah.
“Artinya, logika prosedur, logis-logis saja sejauh prosedural. Tapi, masalahnya, bernegara bukan soal logika, yang terutama adalah soal etika. Etika demokrasi, etika berbangsa.”
Sebelum berbicara konstitusi, lanjutnya, kita bicara konstituen, bicara tentang rakyat. Apakah benar, rakyat menginginkan hal itu.
Menurutnya, jika wacana itu hanya sekadar diskusi ngopi-ngopi segelintir elit, hanya mengutak-atik konstitusi, dan lupa apa yang menjadi aspirasi konstituen. Itu merupakan kediktatoran yang dibungkus legalitas.
“Konstitusi tanpa konstituen adalah legal dictatorship, kediktatoran yang dibungkus legal”.
Aspirasi konstituen, menurut dia, adalah demokrasi dan kesinambungan pembangunan.
Oleh sebab itu, dia mengusulkan, agar setiap mantan presiden, suatu saat diberi penghormatan dengan diposisikan sebagai ketua Dewan Pertimbagan Presiden.
“Agar ilmu dan pengalamannya ditularkan, membimbing presiden berjalan”.
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV