> >

Pengamat UGM: Penundaan Pemilu Tanda Krisis Konstitusi dan Demokrasi, Tak Punya Pijakan Hukum

Politik | 2 Maret 2022, 15:43 WIB
Ilustrasi pemilu. Menurut dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Gadjah Mada (UGM) Herlambang P Wiratraman, wacana penundaan pemilu merupakan tanda bahwa krisis konstitusi dan demokrasi tengah melanda Indonesia. (Sumber: KOMPAS/MAHDI MUHAMMAD )

JAKARTA, KOMPAS.TV - Wacana penundaan pemilu yang bergulir belakangan ini menjadi tanda bahwa krisis konstitusi dan demokrasi tengah melanda Indonesia.

Sebagaimana yang disampaikan oleh dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Gadjah Mada (UGM) Herlambang P Wiratraman dalam sebuah diskusi publik yang digelar oleh Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Selasa (1/3/2022).

Herlambang berani mengatakan demikian, karena ia melihat bahwa wacana penundaan pemilu itu tak berlandaskan hukum.

"Penundaan pemilu tidak memiliki pijakan di konstitusi kita. Konstitusi (UUD 1945) mengatur pada pasal 12 tentang keadaan bahaya yang memungkinkan penundaan," kata Herlambang.

Baca Juga: ICW: Penundaan Pemilu Berpotensi Munculkan Kepemimpinan Otoritarian dan Cederai Amanat Reformasi

"Namun, hari ini sebenarnya keadaan bahaya itu tidak terpenuhi, pandemi pun sudah (mulai) mereda," imbuhnya.

Meski begitu, menurut Herlambang, menjadikan keadaan bahaya seperti pandemi sebagai alasan untuk menunda pemilu itu juga tak sepenuhnya tepat.

"Seperti 2020 lalu, di mana wabah (virus Corona) meningkat, namun pemerintah tetap memaksakan pilkada," ungkap Herlambang yang juga merupakan salah satu peneliti di LP3ES.

Lebih lanjut, Herlambang pun menyoroti, alternatif atau kemungkinan yang bisa saja diambil oleh pemerintah untuk melancarkan upaya penundaan pemilu yakni lewat amandemen konstitusi.

Baca Juga: Gerindra Tolak Penundaan Pemilu 2024, Prabowo Akan Umumkan Sikap Resmi

Penulis : Aryo Sumbogo Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU