ICW Desak Propam Polri Panggil Penyidik Polres Cirebon yang Tetapkan Tersangka Nurhayati
Hukum | 1 Maret 2022, 11:15 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri segera memanggil dan memeriksa penyidik Polres Cirebon yang menetapkan tersangka Nurhayati.
Demikian Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulisnya kepada KOMPAS TV, Selasa (1/3/2022).
“Sebab, para penyidik itu berpotensi melanggar kode etik Polri, khususnya Pasal 10 ayat (1) huruf a dan d Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2006 terkait Etika dalam Hubungan dengan Masyarakat,” ucap Kurnia Ramadhana.
Di samping itu, ICW meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk segera menegur dan mengevaluasi Kapolres Cirebon.
Baca Juga: Soal Kasus Nurhayati, Komisi III DPR: Peringatan buat Polri, Jangan Main-Main dalam Menegakkan Hukum
“Karena terbukti tidak profesional dalam mengawasi tugas bawahannya saat menangani perkara korupsi di Desa Citemu,” ujar Kurnia.
Seperti beberapa waktu terakhir, sejumlah pejabat ramai-ramai mengonfirmasi kekeliruan Polres Cirebon dalam menetapkan tersangka Nurhayati, diantaranya, Kepala Badan Resor Kriminal Polri (Kabareskrim) dan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam).
Keduanya menyebutkan bahwa penetapan tersangka Nurhayati tidak didasarkan bukti permulaan yang cukup, sehingga ke depan aparat penegak hukum, baik Kepolisian atau Kejaksaan, akan segera menghentikan penyidikannya.
Sementara itu, lanjut Kurnia, sejak awal masyarakat sudah menduga adanya kejanggalan di balik penetapan tersangka yang dilakukan oleh Polres Cirebon.
Baca Juga: Jaksa Agung Instruksikan Kajari Cirebon Lakukan Tahap II Tersangka Nurhayati
“Betapa tidak, berdasarkan pengakuan Ketua Badan Permusyawaratan Desa Citemu, terbongkarnya perkara korupsi yang menyeret Kepala Desa di wilayah tersebut justru didapatkan berkat informasi dari Nurhayati,” ucapnya.
“Sehingga, dengan logika sederhana, bagaimana mungkin Nurhayati yang memberikan informasi, justru dirinya ditetapkan sebagai tersangka,” tambahnya.
Atas dasar itu, Kurnia pun menilai langkah hukum Polres Cirebon yang terkesan dipaksakan menimbulkan sejumlah persoalan serius.
“Pertama, nama baik Nurhayati telah tercemar akibat status tersangka yang disematkan Polres Cirebon,” kata Kurnia.
“Kedua, penetapan tersangka kepada pihak yang diduga memberikan informasi berpotensi besar menyurutkan langkah masyarakat untuk berkontribusi dalam isu pemberantasan korupsi,” tambahnya.
Baca Juga: Kabareskrim Polri: Penyidik Polres Cirebon Tetapkan Nurhayati Tersangka Atas Petunjuk Jaksa
Menurut Kurnia, permasalahan ini semestinya tidak terjadi jika saja Polres Cirebon bertindak professional.
“Setidaknya memahami perbedaan perbuatan pidana dan administratif serta ketentuan “Alasan Pembenar” dalam hukum pidana yang disebutkan Pasal 51 KUHP,” tegas Kurnia.
Dalam kasus Nurhayati, lanjut Kurnia, penting untuk ditekankan, Pasal 41 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sudah menjamin adanya peran serta masyarakat.
Salah satunya, terkait hak memberikan informasi dugaan korupsi kepada aparat penegak hukum dan mendapatkan perlindungan hukum.
Baca Juga: Kabareskrim Sebut Kejaksaan Agung Sepakat Hentikan Perkara Korupsi Nurhayati
“Maka dari itu, sejak awal Indonesia Corruption Watch (ICW) menyerukan dua hal, yakni, desakan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban untuk segera memberikan perlindungan hukum kepada Nurhayati dan permintaan supervisi dari KPK terhadap kinerja Polres dan Kejari Cirebon,” katanya.
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Purwanto
Sumber : Kompas TV