Nadiem Makarim Diminta Jangan Tergesa-gesa Revisi UU Sisdiknas, Harus Buka Partisipasi Masyarakat
Peristiwa | 24 Februari 2022, 10:36 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Yayasan Cahaya Guru Henny Supolo meminta Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim untuk tidak tergesa-gesa dalam proses pembahasan revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas).
Bahkan, kata dia, pembahasan revisi UU Sisdiknas harus diulang dan lebih melibatkan publik.
Nadiem Makarim dan pihak Kemendikbud pun diminta harus membuka ruang partisipasi masyarakat, menaati prosedur, dan tidak terburu-buru karena pentingnya revisi UU ini.
Hal ini mengingat pentingnya peraturan perundang-undangan ini dan untuk memastikan keselarasan tujuan, fungsi, prinsip, dan pengaturannya.
“Jangan tergesa-gesa soal revisi UU Sisdiknas. Pendidikan harus diselenggarakan secara demokratis, berkeadilan dan tidak diskriminatif dengan menjunjung HAM, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa. Dan, prinsip-prinsip ini harus termanifestasikan dalam setiap pasal dalam RUU Sisdiknas,” kata Henny dalam rilis yang diterima KOMPAS TV, Rabu malam (23/2/2022).
Baca Juga: PKS Desak Nadiem Makarim Evaluasi Pelaksanaan Sekolah Tatap Muka 100 Persen
Senada, Praktisi Pendidikan Muhammad Mukhlisin menjelaskan bahwa UU Sisdiknas harus mengajak masyarakat sipil untuk menentukan arah masa depan pendidikan nasional.
“Masyarakat berhak menyampaikan argumen terkait arah kebijakan pendidikan ke depan. Pendidikan itu kepentingan kita bersama. Bukan monopoli pemerintah,” paparnya.
"Umur UU Sisdiknas ini sendiri sudah hampir 19 tahun dan sudah saatnya direvisi," tambahnya.
Sebelumnya, Kemendikbudristek berinisiatif mengajukan proposal Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional.
Per tanggal 8 dan 10 Februari 2022, Kemendikbudristek mengundang beberapa organisasi masyarakat sipil yang bergerak dalam bidang pendidikan untuk melakukan uji publik guna memberikan masukan terkait draf RUU Sisdiknas dan Naskah Akademiknya.
Mukhlisin menjelaskan, dari aspek formil, pembentukan peraturan perundang-undangan perlu memperhatikan dan mengacu pada UU No 12 Tahun 2011 jo 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
“Dari aspek substansi materiil, materi muatan dalam peraturan perundang-undangan perlu selaras antara satu pasal dengan pasal lainnya dan selaras pula dengan pasal-pasal pada Konstitusi agar tidak mengakibatkan praktik diskriminasi dan intoleransi dalam pengimplementasiannya,” ujar pria yang juga Manajer Advokasi Yayasan Cahaya Guru tersebut.
Baca Juga: Peringatan Hari Pers Nasional 2022, Nadiem Makarim Apresiasi Kerja-Kerja Jurnalistik
Secara filosofis, lanjut Mukhlisin, revisi UU Sisdiknas ini nantinya harus memastikan anak selamat dan bahagia dalam proses pendidikan tersebut.
"Secara sosiologis, memperhatikan realitas keragaman, kerentanan, juga disparitas yang makin tampak saat pandemi. Secara yuridis, memperhatikan keselarasan pasal-pasal yang ada dalam UU dan juga dalam Konstitusi. Bagi Yayasan Cahaya Guru, proses dan substansi dalam penyiapan dan pembahasan RUU Sisdiknas sama penting," tambahnya.
Yayasan Cahaya Guru tidak mengabaikan fakta bahwa sudah saatnya UU Sisdiknas direvisi.
UU Sisdiknas yang saat ini berlaku sudah berusia 19 tahun sementara situasi pendidikan di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir sangat dinamis.
Saat ini, Revisi UU Sisdiknas masih dalam tahap penggodokan oleh pemerintah dan rencananya akan melibatkan sejumlah pihak.
Hal ini terkait dengan konsep Merdeka Belajar yang dicanangkan Nadiem Makarim dan mulai diimplementasikan dalam dunia pendidikan.
Penulis : Dedik Priyanto Editor : Fadhilah
Sumber : Kompas TV