Soal Polemik JHT, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Soroti Payung Hukum Jaminan Kehilangan Pekerjaan
Sapa indonesia | 15 Februari 2022, 09:26 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menghadirkan program jaminan kehilangan pekerja (JKP) sebagai kompensasi atas regulasi penahanan uang Jaminan Hari Tua (JHT) untuk pekerja hingga peserta berusia 56 tahun.
Federasi serikat pekerja nasional sektor jasa, Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia menanggapi program dan regulasi pemerintah itu. Presiden Aspek Indonesia Mirah Sumirat tajam menyorot payung hukum program JKP, yakni UU Cipta Kerja.
Pasalnya, kata dia, Mahkamah Konstitusi (MK) sebelumnya telah menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.
Putusan tersebut membuat UU Cipta Kerja harus diperbaiki dalam tenggang waktu yang sudah ditentukan.
MK juga menyatakan menangguhkan segala tindakan kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja.
Sebab itu, Mirah meminta agar pembahasan program JKP yang merupakan bagian dari produk Undang-undang Cipta Kerja dihentikan.
"Paling penting JKP kan turunan dari UU Cipta Kerja, artinya hentikan semua pembahasan atau regulasi yang terkait dengan turunan UU Cipta Kerja termasuk JKP ini," kata Mirah, dalam program Sapa Indonesia Pagi, KOMPAS TV Selasa (15/2/2022).
Baca Juga: Perbandingan Manfaat JKP dan JHT, Besar Mana?
Mirah kemudian mengaku heran dengan keputusan pemerintah yang mempromosikan JKP menyusul dengan dikeluarkannya aturan perpanjangan masa pencairan JHT.
Mengingat, kata dia aturan teknis dan skema JKP ini dinilai belum jelas.
"Saya heran kenap pemerintah melalui Kemnaker selalu menggadang-gadang atau mempromosikan sesuatu yang belum jelas yaitu JKP," ujarnya.
Penulis : Isnaya Helmi Editor : Purwanto
Sumber : Kompas TV