> >

Setelah Pengadaan Pesawat Tempur Rafale, Ini Sejumlah PR Alutsista Indonesia

Sapa indonesia | 12 Februari 2022, 12:35 WIB
Indonesia telah menandatangani kontrak pengadaan sejumlah pesawat tempur Rafale buatan Prancis. Namun masih ada sejumlah pekerjaan rumah (PR) tentang alutsista. (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Indonesia melalui Kementerian Pertahanan (Kemhan) telah menandatangani kontrak pengadaan sejumlah pesawat tempur Rafale buatan Prancis, namun masih ada sejumlah pekerjaan rumah (PR) tentang alat utama sistem persenjataan (alutsista).

Pengamat pertahanan, Andi Widjajanto, mengungkapkan sejumlah PR mengenai alutsista Indonesia yang harus mendapatkan prioritas.

“Dalam perencanaan yang ada, masing-masing angkatan sudah mendapatkan prioritas apa yang harus dilengkapi.”

“Kalau Angkatan Darat itu kendaraan angkut personel, tank kelas medium, tank kelas berat, dan helikopter serang serbu,” kata Andi dalam Sapa Indonesia Akhir Pekan Kompas TV, Sabtu (12/2/2022).

Sedangkan yang harus dilengkapi oleh TNI Angkatan Laut adalah kapal perang permukaan, kapal selam, serta kapal rumah sakit.

Baca Juga: Indonesia Punya 41 Pesawat Tempur, Tapi Pengamat Bilang yang Siap Operasi Hanya Belasan

Sementara untuk TNI Angkatan Udara, berupa pesawat tempur, pesawat angkut berat, helikopter, radar, rudal, dan drone.

“Jadi kira-kira ada sembilan alutsista pokok yang harus dilengkapi masing-masing angkatan. Nanti ditambah dengan kemampuan Kodal (komando dan pengendalian) dan siber di Mabes TNI,” imbuhnya.

Peralatan utama itulah yang menurutnya disebut sebagai kekuatan pertahanan minimum, yang kemudian harus digelar, disesuaikan dengan kondisi geografi dan dinamika ancaman, serta perkembangan teknologi yang ada.

“Dulu di 2006 rancangan awalnya itu membutuhkan 88 billion (miliar) USD, dari 2006 hingga 2004, dengan nilai dolar di tahun 2006. Kalau saat ini mungkin perencanaan itu membutuhkan hampir 170 billion (miliar) USD.”

Andi juga menjelaskan bahwa dalam dua kali peringatan hari ulang tahun TNI, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberi arahan untuk mengantisipasi dinamika ke depan.

Dalam peringatan HUT TNI ke-75 pada 2020, Andi menyebut Jokowi mengamanatkan agar TNI bersiap menghadapi karakter perang masa depan baru.

“Karakter perang masa depan baru itu antara lain oleh Pak Jokowi disebutkan akan berbasis teknologi. Perangnya cenderung akan singkat. Perangnya akan memiliki daya hancur besar. Itu yang disampaikan Pak Jokowi 5 Oktober 2020,” urainya.

Selanjutnya pada peringatan HUT TNI pada 5 Oktober 2021, Jokowi, kata Andi, memerintahkan agar Kemhan dan TNI melakukan transformasi agar Indonesia memiliki kekuatan pertahanan yang sanggup melakukan proyeksi kekuatan di kawasan Asia Timur, menjadi kekuatan pengimbang.

Sementara anggota Komisi I DPR RI Dave Laksono mengatakan, terkait rencana pengadaan pesawat tempur dan kapal selam buatan Prancis, jumlah pesawat memang harus lebih banyak.

“Kalau dalam jumlahnya, memang pesawat tempur harus banyak. Kalau kapal selam operasionalnya berbeda, melakukan lebih pada operasi intel, sehingga memang jumlahnya tidak dibutuhkan dalam jumlah besar.”

Tetapi, lanjut dia, wilayah Indonesia didominasi oleh lautan memang membutuhkan pengawasan lebih banyak.

Selain kapal selam, Indonesia juga membutuhkan kapal patroli atau kapal besar lainnya untuk pengawasan dan penegakan hukum di wilayah Indonesia.

“Cuma yang harus dipertimbangkan ke depan dalam perjanjian kita dengan Prancis, mungkin jumlahnya kalau ditotal berapa miliar dolar,” lanjut Dave.

Dave bahkan meminta agar pemerintah memastikan Prancis akan membeli komoditas Indonesia dalam jumlah yang mendekati harga pembelian alutsista tersebut.

“Ada perjanjian perdagangan yang saling menguntungkan dari kedua pihak. Apakah itu dalam bentuk komoditas karet atau palm oil (minyak sawit).”

"Itu juga bisa menjadi salah satu alat tekan kita agar Uni Eropa jangan menutup market-nya terhadap palm oil kita, jadi ada kesepakatan yang saling menguntungkan untuk semua pihak,” tegasnya.

Dave juga menyebut pihaknya akan menanyakan mengenai detail perjanjian itu dan kesiapan institusi pertahanan kita untuk melakukan kerja sama tersebut, kepada Kemhan.

Terlebih dengan adanya paket-paket yang menyertai dalam pengadaan pesawat Rafale, seperti pelatihan dan kemungkinan joint venture ke depannya.

Baca Juga: Jokowi Harap Kerja Sama Pertahanan dengan Prancis Tidak Hanya Fokus pada Pembelian Alutsista

Hal itu, menurut Dave, otomatis menyebabkan industri pertahanan Indonesia harus menyiapkan infrastruktur masing-masing.

“Baik PT DI, PT Pindad, itu semua harus menyiapkan infrastrukturnya masing-masing, tenaga kerjanya masing-masing, dan harus ada investasi untuk menyiapkan kemampuan tersebut.”

“Jadi harus ada penanaman modal negara (PNM) juga untuk meningkatkan kemampuan tersebut,” imbuhnya.

Mengenai struktur anggaran Kemhan saat ini, Dave menyebut penyerapan anggarannya sudah sangat baik.

Tetapi, anggaran yang disiapkan untuk Kemhan dan seluruh matra serta Mabes TNI memang diutamakan untuk operasional, seperti gaji tentara, remunerasi, serta biaya operasional TNI.

“Jadi dari Rp130-an triliun yang sudah disiapkan dalam APBN itu, yang disiapkan untuk pembelian alutsista memang kecil sekali.”

Oleh sebab itu, untuk pengadaan alutsista, menurutnya, harus ada utang yang ditanggung selama beberapa dekade ke depan.

“Itu yang harus diperhitungkan dengan baik,” ucapnya.

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU