Pengakuan Yayak Seniman yang Ditangkap Polisi Bersama Warga Wadas: Ada yang Lebam, Pincang-Pincang
Peristiwa | 11 Februari 2022, 00:56 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Yayak Yatmaka adalah seniman yang ikut diamankan bersama 66 warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo pada penyerbuan aparat polisi di desa itu pada 8-9 Februari kemarin.
Yayak tegas membantah narasi polisi yang menyebut, ia bersama warga Wadas diamankan.
"Saya merasa ditangkap. Bukan diamankan," tegas Yayak saat memberi keterangan dalam program Rosi Kompas TV, Kamis (10/2/2022).
Yayak bercerita, saat ditangkap, ia dibawa ke kantor polisi Bener dan menuruti semua apa yang diperintahkan polisi.
"Persis sama dengan apa yang diperintahkan pada warga yang ditahan," katanya lagi.
Namun, Yayak tidak menyebut secara detail perintah-perintah aparat kepolisian yang dimaksud.
Saat tiba di kantor polisi, Yayak bersama warga yang sudah ditangkap, duduk di lantai.
"Di Polsek itu saya dapat tempat di tengah tangga ngesot-ngesot begitu, terus tiduran di lantai Polres," ungkapnya.
Yayak mengaku ia terkapar di tempat itu bersama warga.
"Ada yang kesakitan. Ada yang kerokan. Ada yang sampai muntah-muntah," cerita Yayak.
"Ada yang pincang-pincang dan macam-macam," ujarnya.
Beragam keluhan warga yang ditangkap bersama Yayak itu karena perlakuan aparat terhadap mereka.
"Ada yang benjol-benjol, ada yang bengkak di mata," tambah Yayak.
Saat di kantor polisi itu, Yayak mengaku dirinya mungkin dibedakan dengan warga lain. Meski sama-sama ditangkap, akhirnya ia digandeng polisi.
"Mungkin ada beberapa polisi yang mengenali, bahwa saya dianggap sebagai intel Komnas HAM, karena saya kenal Beka," kata dia.
Beka yang dimaksud Yayak adalah Beka Ulung Hapsara, Komisioner Komnas HAM.
"Meskipun dengan cara saya, saya kemudian digandeng oleh mereka, saya tidak melalui sikap yang keras," katanya.
"Saya juga petugas. Petugas kemanusiaan yang di bawah perlindungan Komnas HAM," terang Yayak sedikit menirukan aparat kepolisian dengan kalimat saktinya: "saya petugas".
Baca Juga: Soal Konflik Lahan Wadas, Ini Perbedaan Pandangan Ganjar Pranowo dengan YLBHI
Seniman kritis sejak Orde Baru itu mengaku ditangkap polisi saat mencoba mengamankan dan mencari-cari anak-anak yang berada dalam kepungan aparat.
"Kami sebelumnya sudah melakukan latihan mitigasi atas segala apa pun yang terjadi ketika ada pertemuan warga dengan pemerintahan yang didampingi ribuan polisi," terangnya.
Sejak mencoba masuk Wadas, Yayak sudah melihat desa itu sudah dikepung ribuan aparat kepolisian. Ia datang bersama rombongan LBH Yogyakarta yang juga kuasa hukum warga Wadas penolak tambang.
"Sejak kami masuk, di jalan perbatasan Wadas itu sudah ada ribuan polisi yang menakutkan dengan peralatan yang siap menggebuk rakyat yang kira-kira akan melawan," katanya.
Aparat kepolisian, kata dia, didandani dengan tameng dengan senjata M16 di dada. Berbaris rapat di jalan pintu masuk Wadas.
"Mereka pakai pentungan dan tameng. Kayak polisi huru-hara itu, lho," begitu Yayak menggambarkan situasi di Wadas hari itu.
Dari apa yang disaksikan dan dialami Yayak hari itu sekaligus membantah pernyataan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan HAM (Menkopolhukam) Mahfud MD, yang menyatakan bahwa video-video tentang tindakan kekerasan polisi di Wadas itu adalah framing.
Ia mengatakan, tayangan yang beredar di media sosial itu memang benar adanya.
"Itu pun video yang didapat dengan cara mencuri-curi," katanya.
Baca Juga: Konflik Wadas: Pemerintah Sebut Gesekan antara Warga, Aktivis Bilang Pembungkaman Membabi Buta (2)
Soal senjata tajam yang dijadikan dalih kepolisian menahan beberapa warga, juga dibantah Yayak.
"Senjata tajam yang gimana, ya? Senjata tajam itu tidak ada," ucap Yayak mematahkan dalih polisi.
Yayak bilang, senjata tajam tidak ada, kecuali untuk kerja. Itu untuk ke sawah.
Kata dia, banyak senjata yang bergantung-gantung di badan warga. Tetapi, itu semua untuk memanen aren yang jadi salah satu penghasilan utama warga Wadas.
"Misalnya mau menderes aren, itu banyak senjata di situ," katanya sedikit meninggi dari sebelumnya.
"Jadi apa? Jadi apa yang dibuktikan kepolisian soal tuduhan itu?" tanyanya.
Apa yang dikatakan polisi itu malah sebaliknya, kata Yayak.
"Malah sebaliknya, pas saya datang itu yang kontra tambang itu berkumpul di tempat yang sama dan damai," tutur Yayak.
Mereka duduk di dalam dalam masjid. Dan justru aparat kepolisian yang mengepung warga.
"Malah pas saya datang, masjid itu dikepung oleh aparat. Dan semua itu bukan warga, tidak ada ciri-ciri warga di situ, siapa itu, ya aparat. Dandan lagi," ungkap Yayak.
Diberitakan KOMPAS.TV sebelumnya, ribuan aparat kepolisian mendatangi Desa Wadas, Selasa (8/2/2022) kemarin dalam rangka pengukuran lahan penambangan material andesit untuk Bendungan Bener.
Namun, dalam acara pengukuran itu terjadi penangkapan terhadap warga.
Pada Rabu (9/2), Kapolda Jawa Tengah (Jateng) Irjen Pol Ahmad Luthfi menyebut 64 warga Desa Wadas, yang ditangkap oleh pihak kepolisian, akan dipulangkan hari itu.
"Kita amankan kemarin sebanyak 64 orang yang sekarang ada di Polres Purworejo. Hari ini akan kita kembalikan ke masyarakat," kata Luthfi saat konferensi pers di Mapolda Jateng saat itu.
Kendati begitu, warga Wadas tetap menolak desa mereka dijadikan tambang andesit.
"Mereka ingin Wadas utuh sampai sekarang," imbuh Yayak.
Baca Juga: Usai Dikepung dan Ditangkap Polisi, Warga Wadas Trauma hingga Anak Tak Bisa Sekolah
Penulis : Hedi Basri Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV