Putusan MK: Polisi Boleh Geledah dan Periksa Warga
Hukum | 1 Februari 2022, 17:46 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruhnya uji materi Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia terkait kewenangan polisi melakukan penggeledahan terhadap warga.
Diketahui, gugatan tersebut dilayangkan oleh dua mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI) bernama Leonardo Siahaan dan Fransiscus Arian Sinaga pada 2 November 2021.
Baca Juga: Habib Yusuf Alkaf Ditangkap Polisi, Jemaahnya Tak Terima dan Geruduk Polres Pamekasan
Keduanya melayangkan gugatan itu karena merasa resah dengan aksi penggeledahan yang dinilai sewenang-wenang oleh polisi dan disiarkan di acara televisi.
Terlebih, kedua penggugat kerap melakukan aktivitas sehari-hari di luar rumah yang berpotensi diperiksa oleh aparat Kepolisian guna melakukan pengecekan identitas pribadi.
Menurut penggugat, Pasal 16 ayat (1) UU Polri menjadi dasar bagi polisi untuk menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai guna memeriksa identitasnya.
Namun kewenangan yang diberikan polisi akan melanggar hak-hak konstitusional.
Hal tersebut disebabkan karena tidak adanya larangan dalam pasal tersebut.
Baca Juga: Seorang Anggota Polda Metro Jaya dan 6 Polisi Gadungan Nyaris Dikeroyok Warga Banten
Terutama untuk tidak melakukan perekaman saat melakukan penggeledahan yang bertujuan untuk ditayangkan di televisi, Youtube atau media lainnya yang dapat disaksikan oleh khalayak umum.
Pemohon menilai, upaya penggeladahan yang direkam untuk kemudian disiarkan di media merugikan seseorang yang digeledah.
Terlebih ketika video rekaman itu dapat diakses publik, bukan tidak mungkin seseorang yang digeledah akan mengalami aksi bullying dan stigma negatif dari masyarakat.
Pada akhirnya hal itu bisa merusak mental seseorang.
Setelah mempertimbangkan hal itu, Mahkamah memutuskan menolaknya karena berpendapat bahwa permohonan itu tidak beralasan menurut hukum.
Baca Juga: Panglima TNI Evaluasi Pengamanan PT Freeport, Terungkap Lokasi yang Sering Terjadi Penembakan
“Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” tulis putusan MK yang dikutip di Jakarta pada Selasa (1/2/2022).
Mahkamah menilai penggeledahan sewenang-wenang bukanlah persoalan konstitusionalitas norma, melainkan persoalan implementasi dari norma tersebut.
Kewenangan polisi menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai, lalu menanyakan dan memeriksa identitasnya merupakan upaya untuk memberikan rasa aman, dan perlindungan pada masyarakat.
Keberadaan polisi di jalan pada malam hari diharapkan meningkatkan keamanan dan ketertiban, serta memberikan perlindungan kepada masyarakat dari orang-orang yang berniat jahat ataupun yang mengganggu ketertiban umum.
Baca Juga: Badai Covid-19 di Liga 1, LIB: 12 Tim Terpapar, 52 Pemain dan 16 Ofisial Isolasi Mandiri
Selain itu, menurut mahkamah, bagi sebagian orang tayangan di media televisi dan media sosial yang menayangkan kegiatan polisi sangat menarik untuk disaksikan.
“Tingginya minat masyarakat menonton tayangan demikian juga dapat dipahami karena orang-orang yang dianggap meresahkan dan mengganggu ketertiban umum itu berhasil diamankan oleh aparat Kepolisian,” tulis putusan MK.
Lebih lanjut, bagi polisi, penayangan aktivitas mereka selain bertujuan sebagai bentuk keterbukaan informasi kepada masyarakat mengenai pelaksanakan tugas penegakan hukum, juga bertujuan untuk mengedukasi masyarakat.
Baca Juga: KPK Sita Sejumlah Uang dan Dokumen Transaksi dari Penggeledahan Perusahaan Milik Bupati Langkat
“Masyarakat dapat mengetahui aturan-aturan yang ada, kejahatan yang seringkali terjadi di jalan, sehingga masyarakat dapat lebih peduli dan waspada dengan lingkungan sekitarnya,” ujar pihak MK.
“Tayangan-tayangan ini juga menjadi pengetahuan hukum pidana bagi masyarakat, yang diharapkan akan memberikan efek jera kepada pelaku yang tertangkap,” imbuhnya.
Namun demikian, pihak MK menyadari penggeledahan oleh polisi yang ditayangkan di televisi berpotensi bertentangan dengan asas praduga tak bersalah.
Baca Juga: Mantan Ketua Umum PWI Margiono Dimakamkan di TPU Jelupang, Tangsel
Oleh karena itu, mahkamah meminta kepolisian dan media massa memperhatikan asas tersebut saat menayangkan proses penegakan hukum.
"Mahkamah menegaskan agar diimplementasikan dengan selalu menjunjung prinsip due process of law yang berdampingan dengan asas praduga tak bersalah sebagaimana diamanatkan oleh KUHAP," ucap pihak Mahkamah.
Lebih lanjut, pihak MK mengingatkan masyarakat punya hak untuk mengajukan keberatan terhadap proses penegakan hukum.
Karena itu, masyarakat diminta untuk melapor jika ada pelanggaran dalam upaya penegakan hukum.
Baca Juga: Pemerintah Umumkan Positivity Rate Covid-19 Indonesia Melebihi Standar WHO
Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Deni-Muliya
Sumber : Kompas TV