Pakar Ini Sebut Edy Mulyadi Telah Langgar Etika Berbahasa, hingga Permintaan Maafnya Tak Cukup
Sosial | 31 Januari 2022, 21:04 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Pernyataan kontroversial Edy Mulyadi tentang Kalimantan, yang membuat gejolak di masyarakat hingga detik ini, ternyata sedari awal tidak sesuai dengan etika berbahasa.
Pendapat tersebut disampaikan oleh pakar forensik bahasa dari Universitas Nasional Wahyu Wibowo kepada KOMPAS TV, dalam program Kompas Petang, Senin (31/1/2022).
Wahyu, mengawali pandangannya dengan memberikan penjelasan terlebih dahulu bahwa ada tiga hal utama dalam bertutur kata atau berbahasa.
Tiga poin utama itu meliputi wujud dari tuturan itu, kemudian diikuti dengan maksudnya, dan yang terakhir adalah respons dari pendengarnya.
Baca Juga: Polri Langsung Tahan Edy Mulyadi karena Khawatir Melarikan Diri dan Hilangkan Barang Bukti
"Nah, kali ini (terkait pernyataan Edy Mulyadi), kita berada di poin yang ketiga," jelas Wahyu, mencoba menggarisbawahi pokok masalahnya.
Selanjutnya, dalam berbahasa itu, respons dari pendengarnya dapat berkaitan dengan nilai-nilai leluhur maupun tanah kelahiran yang juga biasa disebut dengan istilah 'sakti'.
'Sakti' sendiri merupakan sebuah gambaran yang mencerminkan kebanggan, kekuatan, atau tekad terhadap nilai-nilai leluhur tadi.
"Jadi, misalnya saya lahir di Betawi, secara 'sakti' tadi maka saya akan mati-matian (menjaga nilai-nilai leluhur saya) sebagai orang Betawi," ujar Wahyu.
Baca Juga: Edy Mulyadi Resmi Jadi Tersangka Kasus Ujaran Kebencian "Tempat Jin Buang Anak"
Sehingga, jika sebuah nilai yang tertanam dalam diri seseorang disinggung oleh pihak tertentu, maka yang bersangkutan itu akan memberikan respons atau reaksi tidak sukanya.
Adapun, dalam kehidupan sehari-hari, istilah 'sakti' tersebut dapat juga memiliki arti sebagai rasa sensitif seseorang.
Dari penjelasan itulah, Wahyu lantas menilai bahwa pernyataan Edy Mulyadi telah melanggar etika berbahasa karena tak memperhatikan respons pendengarnya.
"Sering kita lupakan, terutama dalam bertutur kata di media sosial, yaitu etika berbahasa. Itu yang penting sebetulnya," terang Wahyu.
"Sehingga, (ketika di media sosial) ucapan kita seenaknya yang dapat menimbulkan kesan negatif pada orang lain," imbuhnya, merujuk ungkapan Edy Mulyadi yang bermula dari media sosial.
Baca Juga: Edy Mulyadi Tegaskan Tetap Tolak IKN di Kalimantan: Potensi Mangkraknya Luar Biasa
Wahyu pun menambahkan, dalam kebangsaan dan kenegaraan, etika berbahasa itu memiliki posisi yang sangat tinggi.
Bahkan, bagi orang-orang dengan pengaruh besar, tindak tanduknya dalam berbahasa dapat berpeluang memecah kesatuan dan persatuan bangsa.
"Etika berbahasa, bukan (sekadar) sopan santun, tapi bagaimana kebebasan kita berbatasan dengan kebebasan orang lain. Hati-hati!" tegas Wahyu mengingatkan.
Lebih lanjut, menurut Wahyu, kesalahan dalam berbahasa juga cenderung sulit untuk diselesaikan hanya dengan permintaan maaf.
Apalagi, jika sudah menimbulkan gelombang keributan yang besar seperti kasus Edy Mulyadi saat ini.
"Saya tidak melihat bahwa (kasus Edy Mulyadi) ini harus (diselesaikan) pakai kata maaf. Karena sudah banyak sekali kesalahan berbahasa selama ini cuma dimintakan maaf, tapi tidak paham-paham juga," tandas Wahyu.
Penulis : Aryo Sumbogo Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV