Kementerian PPPA Temukan Indikasi Perdagangan Orang dengan Modus Pengantin Pesanan
Hukum | 31 Januari 2022, 13:18 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan perlindungan Anak (PPPA) menemukan adanya indikasi Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus pengantin pesanan dengan proses perekrutan oleh agen biro perjodohan yang dialami oleh WNI di Beijing.
Hal itu disampaikan oleh Asisten Deputi Pelayanan Perempuan Korban Kekerasan KemenPPPA, Margareth Robin Korwa, melalui siaran pers di laman resmi Kementerian PPPA, Senin (31/1/2022).
“Korban dijanjikan akan mendapatkan kesejahteraan secara ekonomi apabila menikah dengan WN Tiongkok, yang sesungguhnya tidak pernah didapat sama sekali oleh korban dan ada dugaan korban juga mengalami eksploitasi dan kekerasan,” urainya.
Baca Juga: LPSK Temukan Indikasi Perdagangan Orang di Kerangkeng Milik Bupati Langkat
Saat ini, menurut keterangan dia, masih diperlukan pendalaman lebih lanjut apakah ada unsur penipuan dan pemalsuan dalam proses perkawinan antara korban dan pelaku.
“Dan apakah agen biro perjodohan menerima pembayaran yang diberikan oleh pemesan,” jelas Margareth.
Dalam keterangan itu disebutkan, sebelumnya dilaporkan, korban DA (22) melaporkan apa yang dialaminya ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Beijing dan meminta bantuan untuk bisa dipulangkan ke Indonesia.
Margareth dalam penjelasan tertulis itu mengungkapkan setelah melalui proses assessment oleh KBRI Beijing, DA dipulangkan ke Indonesia dengan selamat dan mendapatkan pendampingan lebih lanjut.
“Korban tiba di Bandara Soekarno-Hatta pada 28 Januari 2022. Korban disambut oleh Perlindungan Warga Negara Indonesia (PWNI) Kementerian Luar Negeri dan Keasdepan Perlindungan Perempuan dari Korban Kekerasan KemenPPPA,” keterangan lanjutan Margareth.
Setelah serah terima antara PWNI dan KemenPPPA terkait koordinasi pemulangan korban, selanjutnya korban melakukan karantina di Rumah Susun Pasar Rumput Pasar Rumput.
Margareth dalam keterangannya, “akan pastikan kondisi korban menadapatkan haknya atas perlindungan sampai dengan kembali ke keluarganya.”
Menurut keterangan Margareth, dalam kasus pengantin pesanan, biasanya tujuan pernikahan adalah untuk menghasilkan keturunan bagi pemesan.
Dia menyebut perlu assessment lebih lanjut apakah korban dipekerjakan di Beijing di tempat milik pelaku atau keluarganya, hal ini untuk mengetahui apakah terdapat indikasi korban dipekerjakan dengan bayaran murah atau justru tidak dibayar sama sekali dengan dalil membantu usaha suami.
Dia menambahkan, dalam kasus ini, KemenPPPA menjalankan fungsinya sebagai Layanan rujukan akhir sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2020 tentang Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
“Dengan memberikan penjangkauan dan pendampingan kepada korban sesuai kebutuhan korban dengan syarat dan ketentuan yang berlaku,” ujar Margareth.
Ke depannya, lanjut Margareth, perlu ada edukasi kepada masyarakat terkait maraknya pengantin pesanan yang mengiming-imingi dengan mendapatkan kesejahteraan dan mendapatkan uang.
Pemerintah, khususnya KemenPPPA, lanjut dia, terus berupaya memperbaiki sistem pencegahan agar kasus pengantin pesanan tidak terulang dan bertambah lagi.
Artinya, ketika perempuan berniat menikah maka pertama luruskan niat, pastikan sudah mengenal calon pasangan yang akan dinikahi.
Ketika sudah memahami siapa calon pasangan yang akan dinikahi, kondisi nyatanya seperti apa, ini akan mengurangi kasus penipuan bermodus pengantin pesanan.
Sehingga masyarakat yang terperdaya dengan janji seseorang maupun agen dan tidak terjadi lagi Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan modus Pengantin Pesanan.
“Kompleksitas kasus pengantin pesanan memerlukan penanganan yang komprehensif.”
Baca Juga: Polisi Bongkar Kasus Perdagangan Orang di Tangerang, Pelaku Suami Istri Incar Korban Lewat Medsos
“Sangat penting untuk memutus mata rantai kasus pengantin pesanan melalui koordinasi pusat dan daerah, dari hulu dan hilir dengan kolaborasi dan sinergi dari seluruh pihak untuk dapat memberikan edukasi kepada masyarakat luas terkait dengan pencegahan TPPO,” tutur Margareth.
Terkait kasus itu, Kementerian PPPA memberikan pemenuhan dan perlindungan hak perempuan korban kekerasan tersebut.
Adapun perlindungan dan pemenuhan hak yang diberikan kepada DA adalah sebagai bentuk perlindungan Pemerintah Indonesia terhadap warga negara, sesuai ketentuan Pasal 1 UU No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Purwanto
Sumber : Kompas TV