Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura Diteken, KPK Langsung Buat Agenda Pemeriksaan Paulus Tannos
Hukum | 25 Januari 2022, 22:56 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Menyusul penandatanganan perjanjian ekstradisi antara RI dan Singapura, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki peluang besar untuk memanggil paksa tersangka korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP), Paulus Tannos, yang tinggal di Negeri Singa itu.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menjelaskan, KPK akan melakukan koordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM serta Kementerian Luar Negeri untuk dapat memanggil Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos.
Menurut Ali Fikri, pemanggilan Tannos untuk diperiksa sebagai tersangka ini sangat penting dalam pengembangan penyelidikan kasus korupsi pengadaan e-KTP yang masih dilakukan oleh KPK.
Baca Juga: KPK Ungkap Kesulitan Periksa Tersangka Kasus Korupsi KTP-el Paulus Tannos
"Bagaimana kemudian penanganan perkara yang sedang kami lakukan penyidikan ini diharapkan bisa selesai," ujar Ali, Selasa (25/1/2022).
Lebih lanjut Ali menyatakan, KPK sangat menyambut baik adanya perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura.
Perjanjian tersebut dapat mempermudah kerja KPK untuk memanggil para saksi atau tersangka yang berada di luar Indonesia, khususnya di Singapura.
Selain itu, dapat memudahkan KPK menangkap dan memulangkan tersangka korupsi yang melarikan diri ke Singapura.
Baca Juga: Penyelidikan Kasus Korupsi KTP-el Masih Berjalan, Hari Ini KPK Periksa Empat Saksi
Perjanjian ekstradisi juga penting dalam hal pemulihan atau pengembalian aset untuk negara.
Sebab, KPK mengetahui bahwa aset pelaku korupsi tidak hanya berada di dalam negeri, namun juga tersebar di berbagai negara lainnya.
KPK berharap proses permintaan keterangan terhadap Paulus Tannos dapat secepatnya dilakukan sebagai awal dari proses perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura.
Baca Juga: Korupsi BPJS Ketenagakerjaan Ditaksir Rugikan Negara Rp20 Triliun, 10 Kali Kerugian Korupsi E-KTP
Menurut Ali, keterangan dari Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra tersebut diperlukan untuk mengungkap korupsi proyek pengadaan e-KTP.
"Bulan lalu kami sudah melakukan pemanggilan terhadap salah satu anaknya, saksi Pauline Tannos. Yang bersangkutan kemudian kan tidak hadir ya, bahwa yang bersangkutan memang tinggal di Singapura," ujarnya.
Paulus Tannos ditetapkan sebagai tersangka kasus pengadaan e-KTP pada 13 Agustus 2019, bersama mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya (ISE), anggota DPR RI 2014-2019 Miriam S Hariyani (MSH), dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi (HF).
Dikutip dari Kompas.com, PT Sandipala Arthaputra merupakan salah satu perusahaan yang tergabung dalam Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI).
Baca Juga: KPK Dalami Peran Eks Dirut Percetakan Negara Terkait Kasus E-KTP
Selain Paulus, sebelumnya KPK juga menetapkan mantan anggota DPR Miryam S Hariyani dan Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI periode 2010-2013, Isnu Edhi Wijaya, sebagai tersangka.
Selain itu, Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik Husni Fahmi juga turut ditetapkan sebagai tersangka.
Dalam perkara pokoknya, KPK sebelumnya sudah memproses delapan orang dalam kasus dengan dugaan kerugian keuangan negara sekitar Rp2,3 triliun itu.
Beberapa nama di antaranya adalah mantan Ketua DPR Setya Novanto, dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto, pengusaha Made Oka Masagung dan mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera Irvanto Hendra Pambudi Cahyo.
Baca Juga: KPK Sambut Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura: Lebih Mudah Tangkap dan Rampas Aset Koruptor
Kemudian, pengusaha Andi Naragong dan Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo.
Semuanya telah diproses di persidangan dan dinyatakan bersalah oleh pengadilan melakukan tindak pidana korupsi.
Penulis : Johannes Mangihot Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV/Kompas.com