Ditanya Kerangkeng Manusia di Rumah Adiknya, Kakak Bupati Langkat Hanya Tertunduk dan Bungkam
Hukum | 24 Januari 2022, 22:18 WIBMereka disebut bekerja sedikitnya 10 jam setiap harinya. Setelah dimasukkan ke kerangkeng selepas kerja, mereka tidak memiliki akses untuk ke mana-mana dan hanya diberi makan dua kali sehari secara tidak layak.
Baca Juga: Terkait Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat, Polisi Temukan 27 Orang
"Mereka tentu tidak punya akses komunikasi dengan pihak luar. Mereka mengalami penyiksaan, dipukul, lebam, dan luka," ujar Anis. "Selama bekerja mereka tidak pernah menerima gaji."
Migrant Care menilai bahwa situasi tersebut jelas bertentangan dengan hak asasi manusia, prinsip-prinsip pekerjaan layak yang berbasis HAM, dan prinsip antipenyiksaan.
Terlebih, Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia melalui Undamg-Undang Nomor 5 Tahun 1998.
"Bahkan situasi di atas mengarah pada dugaan kuat terjadinya praktik perbudakan modern dan perdagangan manusia yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang," tutur Anis.
Baca Juga: Penampakan Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat, Ini Kata Kapolda Sumut!
Adapun dalam kasusnya di KPK, Iskandar terjaring operasi tangkap tangan (OTT) di Langkat, Sumatera Utara, pada Selasa (18/1/2022) malam.
Ia bersama dan adiknya, Terbit Rencana Perangin Angin ditetapkan tersangka bersama empat pihak swasta yaitu Muara Perangin-angin, Marcos Surya Abdi, Shuhanda Citra, dan Isfi Syahfitra.
Mereka terjerat suap terkait kegiatan pekerjaan pengadaan barang dan jasa tahun 2020-2022 di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Saat KPK melakukan OTT di Langkat, Iskandar sempat kabur ketika akan ditangkap. Kakak Bupati Langkat itu kemudian menyerahkan diri dan dilakukan pemeriksaan oleh pihak kepolisian di Binjai.
Baca Juga: Temuan Kurungan Manusia di Rumah Bupati Langkat, Migrant Care: Pekerja Disiksa dan Tidak Digaji
Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas.com