Hukum Egg Freezing atau Pembekuan Sel Telur dalam Islam
Agama | 19 Januari 2022, 17:45 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Egg freezing menjadi perbincangan publik setelah aktris Luna Maya mengatakan telah membekukan sel telurnya.
Keputusan tersebut diambil Luna Maya bertujuan agar tetap bisa memiliki keturunan saat ia menikah nanti meski dalam usia yang tak lagi muda.
Egg freezing adalah metode yang digunakan untuk menyelamatkan kemampuan wanita untuk hamil di masa depan.
Ini memang bukan merupakan hal baru di dunia medis. Pembekuan sel telur juga merupakan bagian dari proses bayi tabung.
Lalu bagaimana hukum pembekuan sel telur atau egg freezing dalam islam?
Hukum Pembekuan Sel Telur dalam Islam
Hukum egg freezing dalam Islam pernah dibahas oleh lembaga fatwa Mesir, Dar Al-Ifta. Pembekuan sel telur boleh dilakukan asal di masa depan sel telur tersebut dibuahi oleh sperma suami sah.
Baca Juga: Luna Maya Tak Pusing soal Umur Nikah Usai Lakukan Egg Freezing, Apa Itu?
Fatwa tersebut dimuat oleh Pusat Kebijakan Hukum, Bioteknologi, dan Bioetika Petrie-Flom di Harvard Law School.
Pada dasarnya, menurut fatwa Dar-Al-Ifta pembekuan sel telur juga diperbolehkan dan tidak dilarang dalam Islam jika dilakukan dalam empat kondisi.
- Sel telur harus dibuahi oleh sperma suami selama pasangan tersebut menikah, dan bukan setelah pernikahan selesai, seperti dalam kasus perceraian, atau kematian;
- Sel telur yang dibuahi harus disimpan dengan aman dan di bawah kendali yang ketat demi mencegah pencampuran yang disengaja atau tidak disengaja dengans sel telur yang diawetkan lainnya;
- Sel telur yang telah dibuahi tidak boleh ditempatkan di dalam rahim seorang wanita yang awalnya tidak menghasilkan sel telur. Selain itu, sel telur tidak boleh disumbangkan;
- Pembekuan sel telur tidak boleh menimbulkan efek samping negatif pada janin karena dampak dari berbagai faktor yang mungkin terpapar selama proses tersebut.
Adapun orang yang memutuskan egg freezing sudah siap hamil, maka proses akan dilanjutkan dengan fertilisasi in vitro (bayi tabung).
Sementara itu, menurut fatwa MUI pada 13 Juni 1979, bayi tabung diperbolehkan dalam Islam dengan ketentuan sebagai berikut.
Baca Juga: Cerita Dea Ananda Hamil Setelah 12 Tahun Menikah Berkat Program Bayi Tabung
1. Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami isteri yang sah hukumnya mubah (boleh), sebab hak ini termasuk ikhtiar berdasarkan kaidah-kaidah agama.
2. Bayi tabung dari pasangan suami-isteri dengan titipan rahim isteri yang lain (misalnya dari isteri kedua dititipkan pada isteri pertama) hukumnya haram beraasarkan kaidah Sadd az-zari’ah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan masalah warisan (khususnya antara anak yang dilahirkan dengan ibu yang mempunyai ovum dan ibu yang mengandung kemudian melahirkannya, dan sebaliknya).
3. Bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan nasab maupun dalam kaitannya dengan hal kewarisan.
4. Bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain pasangan suami isteri yang sah hukumnya haram, karena itu statusnya sama dengan hubungan kelamin antar lawan jenis di luar pernikahan yang sah (zina), dan berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah, yaitu untuk menghindarkan terjadinya perbuatan zina sesungguhnya.
Penulis : Dian Nita Editor : Desy-Afrianti
Sumber : petrieflom.law.harvard.edu/MUI