Mahfud MD Beberkan Proyek Satelit Kemhan yang Rugikan Negara Hampir Rp1 Triliun
Hukum | 13 Januari 2022, 21:05 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD membeberkan adanya dugaan pelanggaran hukum dalam proyek satelit Kementerian Pertahanan (Kemhan).
"Dugaan pelanggaran terkait proyek Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan) pada tahun 2015," kata Mahfud dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (13/1/2022).
Baca Juga: Mahfud MD Ungkap Obligor BLBI di Singapura Serahkan 120 Sertifikat Tanah
Mahfud menjelaskan, pada tanggal 19 Januari 2015, Satelit Garuda-1 telah keluar orbit dari Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) sehingga terjadi kekosongan pengelolaan oleh Indonesia.
Berdasarkan peraturan International Telecommunication Union (ITU), negara yang telah mendapat hak pengelolaan akan diberi waktu tiga tahun untuk mengisi kembali Slot Orbit tersebut.
Apabila tidak dipenuhi, maka hak pengelolaan Slot Orbit akan gugur secara otomatis dan dapat digunakan oleh negara lain.
Untuk mengisi kekosongan pengelolaan Slot Orbit 123 derajat BT itu, kata Mahfud, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) lalu memenuhi permintaan Kementerian Pertahanan (Kemhan).
Baca Juga: Gerindra Imbau Mahfud MD Laporkan Menteri yang Minta Setoran Rp40 Miliar ke Penegak Hukum
Permintaan itu yakni mendapatkan hak pengelolaan Slot Orbit 123 derajat BT guna membangun Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan).
Kemhan kemudian membuat kontrak sewa Satelit Artemis yang merupakan floater atau satelit sementara pengisi orbit milik Avanti Communication Limited (Avanti) pada tanggal 6 Desember 2015.
Meskipun, lanjut dia, persetujuan penggunaan Slot Orbit 123 derajat BT dari Kominfo itu baru diterbitkan tanggal 29 Januari 2016.
Namun, pihak Kemhan pada tanggal 25 Juni 2018 mengembalikan hak pengelolaan Slot Orbit 123 derajat BT kepada Kominfo.
Baca Juga: Setoran Buat Menteri Membuat Mahfud MD Wanti-Wanti: Berikan Gaji dan Honor yang Sah
Lalu, pada tanggal 10 Desember 2018, Kominfo mengeluarkan keputusan tentang Hak Penggunaan Filing Satelit Indonesia pada Orbit 123 derajat untuk Filing Satelit Garuda-2 dan Nusantara-A1-A kepada PT Dini Nusa Kusuma (PT DNK).
Namun ternyata PT DNK tidak mampu menyelesaikan permasalahan residu Kemhan dalam pengadaan Satkomhan.
Pada saat melakukan kontrak dengan Avanti tahun 2015, Kemhan belum memiliki anggaran untuk keperluan tersebut.
"Kontrak-kontrak itu dilakukan untuk membuat satelit komunikasi pertahanan dengan nilai yang sangat besar padahal anggarannya belum ada," tuturnya.
Baca Juga: Mahfud MD Sebut Surat Presiden tentang Revisi UU ITE Telah Dikirim ke DPR Sejak 16 Desember
Untuk membangun Satkomhan, kata Mahfud, Kemhan juga menandatangani kontrak dengan Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat dalam kurun waktu tahun 2015-2016, yang anggarannya dalam tahun 2015 juga belum tersedia.
Sedangkan di tahun 2016, anggaran telah tersedia, namun dilakukan self blocking oleh Kemhan.
Kemudian, Avanti menggugat di London Court of Internasional Arbitration karena Kemhan tidak membayar sewa satelit sesuai dengan nilai kontrak yang telah ditandatangani.
"Pada 9 Juli 2019, pengadilan arbitrase menjatuhkan putusan yang berakibat negara telah mengeluarkan pembayaran untuk sewa Satelit Artemis, biaya arbitrase, biaya konsultan, dan biaya filing satelit sebesar ekuivalen Rp515 miliar," ujarnya.
Baca Juga: Mahfud MD Ungkap Ada Menteri Minta Setoran dari Dirjen hingga Rp40 Miliar
Selain itu, kata Mahfud, pemerintah juga baru saja menerima putusan dari Arbitrase Singapura terkait gugatan Navayo. Putusan itu menyatakan bahwa pemerintah diharuskan membayar USD20,9 juta.
"Yang USD20 juta ini nilainya mencapai Rp304 miliar," ujarnya.
Mahfud pun memperkirakan angka kerugian ini akan bertambah besar karena masih ada perusahaan lain yang meneken kontrak dengan Kemhan dan belum mengajukan gugatan.
"Selain sudah kita dijatuhi putusan arbitrase di London dan Singapura tadi, negara juga berpotensi ditagih lagi oleh AirBus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat. Jadi banyak sekali nih beban kita kalau ini tidak segera diselesaikan," kata Mahfud.
Baca Juga: Mahfud MD soal Kritik Terhadap Pejabat Publik: Pengkritik Harus Siap Dikritik Balik
Saat ini, Mahfud menambahkan, persoalan itu tengah diselidiki oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
Jaksa Agung ST Burhanuddin pun mengatakan perkara ini segera naik ke penyidikan.
"Kami telah melakukan penelitian dan pendalaman atas kasus ini sudah hampir mengerucut. Insyaallah dalam waktu dekat naik penyidikan," kata Burhanuddin.
Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV