> >

Tekanan Pandemi, Banyak Manusia di Berbagai Belahan Dunia Alami Covid-somnia

Kesehatan | 7 Januari 2022, 18:54 WIB
Ilustrasi kacamata tidur. Istilah Covid-somnia atau sebutan lainnya Corona-somnia mulai dikenal sekitar musim panas 2020 untuk menggambarkan dampak pandemi global terhadap pola tidur seseorang. (Sumber: Kompas.tv/Ant)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Istilah Covid-somnia atau sebutan lainnya Corona-somnia mulai dikenal sekitar pertengahan 2020 untuk menggambarkan dampak pandemi global terhadap pola tidur seseorang.

Pandemi Covid-19 telah mengubah hampir semua aspek kehidupan sehari-hari. Anak-anak dan orang tua menyesuaikan diri dengan sekolah jarak jauh. Jutaan pekerja beralih pada pekerjaan jarak jauh, dirumahkan, atau kehilangan pekerjaan sama sekali.

Bahkan, banyak orang yang mengalami penyakit dan kehilangan anggota keluarganya karena Covid-19. Belum lagi adanya ketidakpastian sosial ekonomi yang berkesinambungan.

Dari situasi itu, tidak mengherankan apabila seseorang mengalami kesulitan tidur oleh karena begitu banyak beban dan kecemasan yang datang secara simultan.

Selain itu juga, sebuah studi observasional terhadap lebih dari 230.000 rekam medis pasien yang dimuat dalam jurnal The Lancet Psychiatry (April 2021) menyatakan, satu dari tiga orang penyintas Covid-19 akan mengalami gangguan saraf atau gangguan psikiatri dalam kurun waktu enam bulan setelah terinfeksi virus Covid-19.

Melansir Antara, gangguan psikiatri yang paling umum ditemukan menurut studi tersebut adalah insomnia dan gangguan kecemasan. Sebanyak 13 persen pasien Covid-19 terdiagnosis mengalami keluhan ini.

Diagnosis tersebut menjadi diagnosis pertama kali, artinya mereka tidak pernah memiliki riwayat gangguan tersebut sebelumnya.

Labih jauh, data yang diperoleh di hampir seluruh belahan dunia memperlihatkan adanya jumlah besar populasi yang mengalami kesulitan tidur. Contohnya pada 2020, British Sleep Society melaporkan bahwa kurang dari separuh penduduk Inggris mengalami 'tidur yang menyegarkan'.

Lalu, di Amerika Serikat, masalah kurang tidur sudah dianggap sebagai epidemi oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit CDC. Sejak berlangsungnya pandemi, kasus insomnia semakin meningkat hingga mencapai 40 persen.

Dr. Abinav Singh, seorang direktur medis The Indiana Sleep Center menyebut, gangguan tidur selama pandemi Covid-19 ini dianggap sebagai 'tandemic', atau epidemi yang disebabkan, diperburuk, dan berjalan beriringan dengan pandemi.

Baca Juga: 5 Manfaat Teh Herbal Chamomile untuk Kesehatan, Atasi Insomnia hingga Baik untuk Pencernaan

Adapun, dokter spesialis kedokteran jiwa dr. Leonardi A. Goenawan, Sp.KJ, dalam keterangannya, Jumat (7/1/2022) mengemukakan tiga hal yang dianggap jadi penyebab gangguan tidur.

Tiga penyebab gangguan tidur itu yakni:

1) Stres meningkat

Stres emosional akibat pandemi dapat mengubah arsitektur tidur, memperpendek durasi gelombang lambat yang bersifat restoratif, meningkatkan REM (rapid eye movement), dan cenderung membuat seseorang lebih sering terbangun di malam hari.

Dalam suatu penelitian dikatakan bahwa kondisi ini dapat tetap terjadi selama dua tahun setelah seseorang mengalami tekanan emosional yang berat seperti pada pandemi ini.

Penulis : Fransisca Natalia Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV/Antara


TERBARU