> >

Ini 4 Dugaan Motif Kecelakaan Berujung Pembunuhan yang Libatkan 3 Anggota TNI

Kriminal | 3 Januari 2022, 22:45 WIB
TNI menggelar rekonstruksi kasus tabrak lari yang menewaskan Handi Saputra dan Salsabila di kawasan Nagreg, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pada Senin (3/1/2022). Dalam kasus ini, tiga anggota TNI AD menjadi tersangka. (Sumber: Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Rekonstruksi kasus tabrakan di Nagreg, kabupaten Bandung, Jawa Barat pada 8 Desember 2021 lalu yang melibatkan tiga anggota TNI Angkatan Darat, digelar hari ini, Senin (3/1/2022).

Seperti diketahui, tabrakan tersebut menewaskan sejoli Handi Harisaputra (17) dan Salsabila (14). Tiga prajurit TNI yakni Kolonel P, Kopral Satu DA, dan Kopral Dua A, telah ditetapkan sebagai tersangka.

Beberapa pihak pun mengungkapkan dugaan motif yang melatarbelakangi kasus tersebut.

Anggota Komisi I DPR Fraksi PDIP Effendi Simbolon menyoroti kemungkinan gangguan psikologi para pelaku.

“Apakah seorang kolonel lulusan akademi militer tahun 1994, intel, infantri, keluarganya baik, anaknya 4 kemudian serta merta melakukan hal yang tragis sepert ini. Itu yang menurut saya dengan segala hormat ingin menerima penjelasan Kasad dan Panglima TNI,” ujar Effendi, dalam acara Sapa Indonesia Malam KOMPAS TV, Senin.

Oleh karena itu, ia berharap ada penjelasan mengenai sejauh mana pembinaan yang dilakukan di internal TNI melihat reaksi emosional dan khilaf dalam kasus tersebut.

Baca Juga: Terungkap, Tubuh Salsabila Ternyata Masuk ke Kolong Mobil Usai Ditabrak 3 Anggota TNI di Nagreg

Sementara itu, Psikolog Forensik Reza Indragiri mengungkapkan, dalam menghadapi beberapa kasus mengenai perilaku manusia yang tidak biasa, seringkali muncul spekulasi terhadap tiga hal yaitu apakah pengaruh miras, penyalahgunaan narkoba, atau para pelaku ingin menghilangkan barang bukti untuk menghindari kontak dengan otoritas penegak hukum atau dalam hal ini adalah POM (Polisi Militer).

“Asumsinya, jika ada kontak dengan otoritas penegak hukum, maka tidak tertutup kemungkinan membuka kasus-kasus pidana lain yang coba untuk ditutupi. Namun, ini adalah pemikiran spekulatif yang tetap harus diinvestigasi oleh otoritas terkait,” jelas Reza.

Kemudian, lanjutnya, apabila dibawa ke dalam tataran faktor internal yang disebutkan Effendi yakni soal gangguan psikologi, hal itu tentu suatu hal yang masuk akal.

“Seperti di kasus Cebongan. Saat itu saya mengutarakan terkait adanya problem psikologis yang tak hanya dialami satu dua personil. Termasuk terkait pengaruh masalah kedinasan maupun non kedinasan,” paparnya.

Baca Juga: Warga Soraki 3 Anggota TNI Penabrak Handi dan Salsabila saat Rekonstruksi Tabrak Lari di Nagreg

Reza pun menjelaskan, meski ada tes psikologi yang dilakukan secara berkala, tidak serta-merta bisa menangkap kondisi perubahan psikologis yang dialami perwira yang tidak berlangsung secara berkala pula.

Dengan kata lain, Reza mengungkapkan, kondisi psikologis abnormal bisa sekonyong-konyong muncul tergantung bobot stres yang dialami orang tersebut.

“Jika berbicara terkait kenaikan pangkat, karir, dan sebagainya, itu bisa kita ramal memang tetapi terkait sumber stres tidak sesederhana itu,” ujarnya.

Ia pun menyebutkan, ada beberapa sumber stres yang bisa diketahui antara lain, keluarga, tempat kerja, bobot kerja, dan pemikiran masing-masing personil dalam membaca ekspektasi masyarakat.

Baca Juga: Jenderal Andika Perkasa: 3 Anggota TNI Penabrak Sejoli Jadi Tersangka, Senin Rekonstruksi

Sebelumnya diberitakan, korban Handi dan Salsabila awalnya akan dibawa ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan pertolongan setelah kecelakaan.

Namun, kedua korban ternyata dibuang ke Sungai Serayu, Jawa Tengah, yang berjarak hampir 200 kilometer dari Nagreg. Belakangan, Handi diyakini masih hidup saat dibuang.

Kedua korban tersebut ditemukan pada dua lokasi yang berbeda. Handi ditemukan di bantaran Sungai Serayu, Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas.

Sedangkan Salsabila ditemukan di kawasan muara Sungai Serayu, Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.

Sejauh ini, pelaku dijerat Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana juncto Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan. Hukumannya paling lama 20 tahun penjara hingga seumur hidup.

Penulis : Fransisca Natalia Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU