> >

ICW Beri Rapor Merah KPK yang Dipimpin Firli Bahuri

Berita utama | 30 Desember 2021, 15:22 WIB
Indonesia Corruption Watch (ICW) memberikan Rapor Merah lewat aksi teatrikal untuk18 Tahun KPK yang kini dipimpin Firli Bahuri. (Sumber: istimewa)

“Hal ini menandakan bahwa keberadaan Dewan Pengawas KPK tidak berfungsi efektif untuk mengawasi, mengevaluasi, dan memberikan efek jera jika ada Insan KPK yang melanggar kode etik,” kata Kurnia.

Ketiga, sambung Kurnia, anjloknya kinerja penindakan dan menjadi fase yang paling buruk sepanjang lembaga antirasuah itu berdiri.

Metode pengusutan perkara dengan melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) menurun drastis sejak dua tahun terakhir.

“Padahal, selama ini OTT kerap kali menjadi andalan untuk membongkar praktik korupsi yang banyak melibatkan pejabat publik. Berdasarkan data yang ICW himpun, sepanjang tahun 2021 KPK tercatat hanya melakukan enam kali OTT,” ujar Kurnia.

“Jumlah ini terbilang sedikit jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, misalnya, tahun 2016 (17 OTT), 2017 (19 OTT), 2018 (30 OTT), 2019 (21 OTT), dan 2020 (7 OTT),” tambahnya.

Selain itu atau keempat, Kurnia menuturkan dalam cermat ICW kinerja Pimpinan KPK dipenuhi dengan gimmic politik.

Satu di antaranya adalah saat KPK sedang disorot oleh masyarakat perihal kegagalan meringkus Harun Masiku, Firli justru menunjukkan kebolehannya memasak nasi goreng.

Baca Juga: Pandemi Covid-19 Mereda, KPK Segera Tangkap Harun Masiku

“Tak lepas dari itu, saat pembagian bantuan sosial oleh Menteri Sosial, ia juga turut serta dalam kegiatan itu. Semestinya sebagai aparat penegak hukum, Pimpinan KPK dapat menghindari seremonial-seremonial semacam itu,” katanya.

Kelima, ICW menilai KPK telah terbukti gagal dalam meringkus buronan. Sebut saja Kirana Kotama (2017), Izil Azhar (2018), Surya Darmadi (2019), dan Harun Masiku (2020).

“Dari buronan-buronan itu, praktis nama Harun Masiku selalu menjadi pusat perhatian masyarakat. Bagaimana tidak, sejak awal penanganan perkara suap PAW anggota DPR RI itu, KPK sudah menunjukkan keinginan untuk tidak memproses hukum penyuap Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, tersebut,” ucap Kurnia.

“Indikasi terhadap kesimpulan itu bisa ditarik dari sejumlah kejadian, misalnya, minimnya perlindungan Pimpinan KPK terhadap pegawai yang diduga disekap di PTIK, kegagalan penyegelan kantor DPP PDIP, pengembalian paksa Penyidik KPK ke instansi Polri, dan pemberhentian pegawai yang ditugaskan mencari Harun Masiku melalui proses TWK,” tutup Kurnia.

Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Purwanto

Sumber : Kompas TV


TERBARU