> >

Rangkap Jabatan Jenderal Dudung Jadi KSAD dan Pangkostrad Disoal, Pengamat: Ganggu Regenerasi

Politik | 28 Desember 2021, 13:08 WIB
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Dudung Abdurachman memberikan arahan kepada prajurit dan perwira jajaran Kodam XVIII Kasuari dalam agenda kunjungan kerja di Manokwari Papua Barat, Kamis (25/11/2021). (Sumber: ANTARA/Hans Arnold Kapisa)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Rangkap jabatan yang diemban Jenderal Dudung Abdurachman sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) dan Panglima Komando Cadangan Strategi Angkatan Darat (Pangkostrad) tidak bisa dibiarkan terlalu lama.

Demikian hal tersebut disampaikan pengamat militer dari Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) Anton Aliabbas.

Baca Juga: KSAD Dudung Murka ke 3 Anggota TNI AD Penabrak Hadi-Salsabila: Di Luar Batas Kemanusiaan

Anton mengatakan, hingga kini Presiden Joko Widodo atau Jokowi belum menetapkan nama untuk mengisi jabatan Pangkostrad yang baru.

Sementara itu, sejak dilantik sebagai KSAD, Jenderal TNI Dudung Abdurachman masih tetap merangkap jabatan strategis tersebut. 

Menurutnya, rangkap jabatan strategis di tubuh TNI sebenarnya bukanlah hal baru. Peristiwa rangkap jabatan strategis juga pernah dilakukan Jenderal Purn Budiman saat menjabat KSAD pada 2014 lalu. 

Baca Juga: Perilaku 3 Anggota TNI Penabrak Sejoli di Nagreg di Luar Batas Kemanusiaan, KSAD: Layak Pecat!

Saat itu, Budiman juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Pertahanan yang berlangsung selama 8 bulan.

"Akan tetapi, rangkap jabatan ini tentu tidak bisa dibiarkan terlalu lama. Sebab, hal ini akan mengganggu jalannya organisasi dan regenerasi di tubuh TNI AD," kata Anton dikutip dari Antara, Selasa (28/12/2021).

Kostrad memiliki dua peran yakni sebagai Komando Utama Pembinaan (Kotama Bin) yang berada di bawah KSAD dan sebagai Komando Utama Operasional (Kotama Ops) Kostrad yang langsung di bawah Panglima TNI.

Baca Juga: KSAD Pecat 3 Anggota TNI AD Penabrak di Nagreg: Yang Dilakukan di Luar Batas Kemanusiaan

Dalam konteks Kotama pembinaan, Kostrad memiliki tugas pokok untuk membina kesiapan operasional jajarannya.

Sedangkan dalam memainkan peran sebagai Kotama Ops, Kostrad menyelenggarakan tugas operasi militer peran dan selain perang berdasarkan kebijaksanaan Panglima TNI.

"Adanya figur baru yang memimpin Kostrad tentu saja akan mempengaruhi jalannya regenerasi di tubuh TNI AD," ujarnya.

Dari catatan yang ada, sosok pejabat pengganti Pangkostrad, mayoritas merupakan lulusan akademi militer (Akmil) yang lebih muda dari pejabat pendahulu yakni 57,9 persen.

Baca Juga: Turut Berduka, KSAD Dudung Janji Beri Sanksi Setimpal 3 Anggota TNI Penabrak Sejoli di Nagreg

Sedangkan pejabat pengganti yang merupakan lulusan akmil lebih senior dari pendahulu mencapai 31,6 persen. Dan pejabat pengganti merupakan teman seangkatan akmil mencapai 10,5 persen.

Mengingat besarnya jumlah pasukan yang berada di bawah Kostrad, tentunya keberadaan seorang Pangkostrad yang definitif menjadi krusial.

Di tengah maraknya dinamika ancaman, baik internal maupun eksternal, sosok perwira tinggi TNI AD yang fokus untuk memimpin satuan strategis ini. Dengan kata lain, sudah semestinya jabatan Panglima Kostrad tidak dijabat secara rangkap.

Baca Juga: Kisah Pangkostrad Letjen Dudung Abdurrahman, "Dendam" pada Tentara Mengantarkannya Jadi Perwira

Dengan berlarut-larutnya pemilihan sosok Pangkostrad yang baru akan berpotensi untuk memunculkan spekulasi politisasi jabatan militer.

Oleh karena itu, rekam jejak penugasan militer akan menjadi salah satu indikator penting untuk meredam spekulasi politisasi jabatan militer.

"Tentu saja Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi sudah 'aware' dengan hal tersebut," demikian Anton Aliabbas.

Baca Juga: Mantan Pangkostrad Respons Tudingan Gatot Soal TNI Disusupi PKI: Cekricek, Tentara Itu Biasa Gitu

 

Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Gading-Persada

Sumber : Antara


TERBARU