Wawancara Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf (Bag-2): NU Tidak Boleh Dibawa ke Politik Praktis
Wawancara | 24 Desember 2021, 20:16 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Yahya Cholil Staquf atau biasa disapa Gus Yahya meraih suara terbanyak dalam pemilihan ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), dalam muktamar ke-34 di Bandarlampung, Lampung, Jumat (24/12/2021).
Gus Yahya terpilih sebagai Ketua Umum PBNU periode 2021-2026, setelah mengungguli petahana Said Aqil Siroj
Gus Yahya menang dengan memperoleh 337 suara. Kemenangan yang sudah diperkirakan banyak pihak, mengingat banyaknya dukungan kepada putera Kyai Cholil Bisri ini.
Selain besar dalam tradisi pesantren, tercatat pernah menimba ilmu di pesantren Al Munawwir Krapyak, juga pernah menempuh pendidikan Jurusan Sosiologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Gadjah Mada.
Pada saat menjadi mahasiswa, ia juga aktif dalam Organisasi Ekstra Kampus sebagai Ketua Umum Komisariat Fisipol UGM Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Yogyakarta Periode 1986 - 1987.
Dalam masa khidmatnya lima tahun ke depan, Gus Yahya berjanji akan menjauhkan NU dari politik praktis? Bagaimana hal itu bisa dilakukan? Berikut wawancaranya dengan KOMPAS TV.
Baca Juga: Wawancara Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf (Bag-1): Pemerintah Bisa Memanfaatkan Jaringan NU
Wakil Presiden Ma'ruf Amin sempat menyebut NU di politik bukan untuk kekuasaan tapi juga untuk kemaslahatan, bagaimana semangat Anda tidak membawa NU ke politik praktis?
NU tidak boleh di bawa ke politik praktis itu sudah keputusan organisasi.
Saya kira sekarang diperlukan satu upaya untuk menyempurnakan proses penyesuaian posisi NU di tengah-tengah kancah politik bangsa ini supaya menjadi lebih konstruktif, tidak menjadi pihak yang berkompetisi, tapi sungguh-sungguh bisa berfungsi untuk menyangga keutuhan bangsa.
Di masa kepemimpinan anda nanti ada ajang Pilpres 2024, Bagaimana anda membawa NU pada kemaslahatan bukan politik praktis?
Pertama-tama yang ditentukan sekarang adalah menyelesaikan proses penyembuhan dari pembelahan politik yang telah terjadi akibat kompetisi tajam pada waktu yang lalu.
Pada Pilpres terakhir, 2019 lalu, kita tahu ada polarisasi yang tajam sekali dan itu terjadi termasuk dalam komunitas NU sendiri.
Proses penyembuhan dari Pilpres?
Nah, kita masih butuh proses untuk menyembuhkan itu supaya NU dan masyarakat ini menjadi utuh kembali, itu sebabnya yang perlu kita lakukan adalah terus menurus mengkampanyekan penolakan terhadap politik identitas yang bahkan mengoyak-koyak bangsa.
Baca Juga: Said Aqil Siroj soal Yahya Cholil Staquf Terpilih Jadi Ketum PBNU: Pilihan yang Sangat Tepat
Penulis : Isnaya Helmi Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV