Marak Kekerasan Seksual, RUU TPKS Dinilai Penting untuk Cepat Disahkan
Politik | 8 Desember 2021, 13:51 WIBJAKARTA, KOMPAS TV - Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak dinilai amat penting untuk diperjuangkan agar cepat disahkan.
Salah satu alasannya karena kasus kekerasan seksual di Tanah Air sudah mengkhawatirkan dan negara harus bisa memastikan kesejahteraan ibu dan anak terjamin.
"Kami menilai RUU TPKS layak untuk segera ditetapkan karena saat ini terjadi darurat kekerasan seksual, sedangkan RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak begitu penting karena akan memastikan jaminan kesehatan, ketercukupan gizi, hingga kesejahteraan ibu dan anak di Tanah Air,” kata Ketua Fraksi PKB DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal seperti dikutip dari Antara, Rabu (8/12/2021).
Baca Juga: Korban Pemerkosaan oleh Ayah Tiri di Tegal Sudah Terima Kekerasan Seksual Sejak Agustus 2020
Terkait RUU TPKS, kata dia, aturan tersebut mendesak untuk disahkan karena korban kekerasan seksual di Indonesia semakin banyak, mulai dari anak di bawah umur, hingga ibu rumah tangga.
Dari kasus termutakhir, Cucun mencontohkan peristiwa bunuh diri yang menimpa seorang mahasiswi karena mengalami kekerasan dalam berpacaran.
Menurut dia, kasus itu menjadi momentum untuk menyadari pentingnya perlindungan terhadap korban kekerasan seksual di Tanah Air.
“RUU TPKS ini tidak sekadar memastikan hukuman bagi pelaku, tetapi juga perlindungan organ negara bagi korban kekerasan seksual agar bisa speak up (angkat bicara) sehingga tidak menyakiti diri sendiri,” kata dia.
Ia menilai kekerasan seksual di Indonesia saat ini selayaknya fenomena gunung es, yaitu kasus yang muncul ke permukaan tampak tidak seberapa, padahal kasus di lapangan sangat banyak.
Salah satu pemicu fenomena tersebut, kata dia, adalah korban kekerasan seksual yang tidak berani angkat bicara. Para korban, lanjut Cucun, merasa malu ataupun takut pada stigma dari masyarakat.
Baca Juga: Indonesia Darurat Kekerasan Seksual, Kasus Pelecehan Terus Menimpa Anak-Anak dan Perempuan
Oleh karena itu, mereka lebih memilih untuk memendamnya sehingga mengalami kekerasan berulang yang menekan fisik, mental, bahkan spiritual.
“Situasi ini tidak boleh terus dibiarkan sehingga RUU TPKS yang menjadi payung hukum untuk melindungi korban harus segera disahkan,” ujarnya.
Sementara, RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak, regulasi itu tidak kalah penting karena angka kematian ibu di Indonesia akibat melahirkan dan angka stunting pada anak masih tinggi. Cucun pun menilai ketiadaan perlindungan dan jaminan kesejahteraan bagi para ibu yang bekerja berdampak pada anak-anak mereka.
“Para ibu yang harus bekerja terkadang sulit memberikan ASI eksklusif karena cuti melahirkan yang terbatas. Selain itu, ibu pekerja juga harus mendapat beban ganda saat harus merawat anak-anak mereka di usia emas,” katanya.
Tantangan yang dihadapi para ibu tersebut, kata Cucun harus mendapatkan afirmasi dari negara, seperti memberikan cuti melahirkan yang lebih panjang.
Baca Juga: Komnas HAM Minta Kapolda Metro Jaya Evaluasi Penanganan Aduan Pelecehan dan Kekerasan Seksual
Dalam RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak, tambah dia, diusulkan agar cuti bagi ibu melahirkan berdurasi 6-7 bulan sehingga mereka bisa memberikan ASI eksklusif kepada bayinya.
“Bayi ini merupakan aset bangsa, para generasi emas yang harus mendapatkan perhatian dari ibu di masa pertumbuhan krusial mereka. Kami berharap pengesahan RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak akan memastikan generasi muda Indonesia bakal lebih berkualitas di masa depan karena terjamin asupan gizi dan kesejahteraan mereka dari usia dini,” katanya.
Penulis : Fadel Prayoga Editor : Purwanto
Sumber : Antara