Beberkan Alasan Kebijakan Covid-19 di Indonesia Sering Berganti, Jokowi: Virusnya Aja Berubah-ubah
Update corona | 3 Desember 2021, 13:53 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Presiden Joko Widodo (Jokowi) membeberkan alasan mengenai kebijakan Covid-19 di Indonesia yang sering berganti.
Mulai dari PSBB, PPKM Mikro, PPKM Darurat, hingga PPKM Level 1 sampai 4.
Menurutnya, hal ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan sifat virus Corona yang sering berubah-ubah atau bermutasi.
"Banyak yang bertanya, pemerintah ini kok kayak bingung berubah-ubah. Lha wong virusnya aja berubah-ubah kok, bermutasi. Kalau strategi kita tetap, ya ditinggal sama virusnya kita," kata Presiden Jokowi dalam arahannya kepada Kepala Kesatuan Wilayah Tahun 2021 di Badung, Bali, Jumat (3/12/2021).
"Kenapa kita berubah strategi lapangan karena virusnya ini bermutasi dan berubah-ubah. Dipake cara ini gak bisa, cara ini gak bisa, selalu berubah," sambungnya.
Perlu diketahui, berikut ini daftar istilah kebijakan Covid-19 yang dilakukan sebagai pembatasan sosial masyarakat yang dikeluarkan pemerintah sejak awal pandemi:
1. PSBB
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai 10 April 2020.
Pemprov DKI memberlakukan PSBB dengan izin Menteri Kesehatan saat itu, Terawan Agus Putranto.
Setelah itu, Provinsi Sumatera Barat, kawasan Bodebek, Bandung Raya, Kota Pekanbaru, wilayah Tangerang dan Kota Makassar menyusul menerapkan PSBB.
Dengan PSBB ini, pekerja di sejumlah sektor usaha non-esensial wajib bekerja dari rumah.
Berbagai pembatasan juga dilakukan berkaitan dengan kegiatan sekolah, ibadah, wisata, belanja dan makan di ruang publik, hingga transportasi.
Baca Juga: Epidemiolog UI: PPKM Level 3 di Akhir Tahun Salah Besar, Harusnya PPKM Khusus Nataru
2. Pengetatan Terukur Terkendali
Pada 15 Desember 2020, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengeluarkan istilah 'Pengetatan Terukur dan Terkendali'.
Luhut menyebut, Pengetatan Terukur ini sebagai ganti PSBB.
Ia ingin Pengetatan Terukur ini dapat mengurangi kasus Covid-19 menjelang libur Natal dan Tahun Baru, dengan dampak ekonomi sedikit.
Dengan Pengetatan Terukur ini, operasional perusahaan di kantor berjalan lebih longgar.
Restoran, mal, dan tempat wisata juga boleh buka dengan menerapkan protokol kesehatan.
3. PPKM
Kasus Covid-19 melonjak naik usai libur tahun baru, meski Luhut mengenalkan istilah Pengetatan Terukur.
Pemerintah pun mengeluarkan kebijakan baru, yaitu Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
PPKM mulai diterapkan sejak 11 Januari 2021 di 73 kabupaten/kota di Pulau Jawa dan Bali. Dengan aturan ini, perusahaan non-esensial wajib memberlakukan work from home (WFH) untuk 75% pekerjanya.
Pemerintah juga menutup tempat wisata, pusat perbelanjaan, dan ruang publik lainnya.
Kegiatan di rumah ibadah, restoran, dan transportasi umum dapat berjalan secara terbatas.
4. PPKM Mikro dan Penebalan
Pemerintah menilai PPKM tidak berjalan efektif, sehingga memberlakukan PPKM Mikro sejak 20 April 2021.
PPKM Mikro ini diharapkan dapat mengalihkan penanganan pandemi ke unit terkecil, yaitu RT/RW.
Pemerintah melonggarkan kegiatan sosial ekonomi di perkantoran, restoran, pusat perbelanjaan, dan rumah ibadah.
Namun, pemerintah mengenalkan istilah Penebalan PPKM Mikro usai Idul Fitri 2021.
Penebalan PPKM Mikro membuat kegiatan sosial dibatasi lebih ketat, seperti saat penerapan PPKM.
5. PPKM Darurat
Lonjakan kasus Covid-19 membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan dengan istilah baru, yaitu PPKM Darurat.
Kebijakan ini mulai berlaku pada 3 Juli hingga 20 Juli 2021.
Pemerintah makin mengetatkan pembatasan kegiatan di perkantoran, transportasi umum, pusat perbelanjaan hingga restoran.
Hal ini juga dilakukan sebagai upaya dari penanganan covid-19 setelah resmi dinyatakan varian Delta masuk Indonesia.
Baca Juga: Omicron Terdeteksi di Singapura, Jokowi Minta Polri dan TNI Jaga Ketat Perbatasan
6. PPKM Level 1-4
Juru Bicara Vaksin Covid-19 Kementerian Kesehatan dr. Siti Nadia Tarmidzi menjelaskan pembatasan sosial tingkat level yang disematkan pada suatu daerah akan menggambarkan kecukupan kapasitas respon sistem kesehatan.
Penilaian untuk menentukan level situasi suatu wilayah dengan membandingkan dua hal.
Yakni, level transmisi penularan dengan kapasitas respons sistem kesehatan di wilayah tersebut. Seperti kapasitas testing, tracing, dan treatment terhadap transmisi penularan virus di wilayah tersebut.
Adapun semakin tinggi level, maka wilayah tersebut akan masuk dalam kategori insiden sangat tinggi sehingga akan dilakukan pengetatan ekstra berbeda dari level 3, 2, atau 1.
Penulis : Nurul Fitriana Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV