> >

Skenario Perjalanan Libur Nataru, Pemerintah Daerah Didorong Terbitkan Perda dan Denda

Berita utama | 3 Desember 2021, 11:29 WIB
Suasana acara dialog Sapa Indonesia Pagi bertajuk “Skenario Perjalanan Libur Nataru” di Kompas TV, Jumat (3/12/2021) . (Sumber: Tangkapan Layar)

Penerapan denda di tengah pandemi Covid-19

Dalam hal ini, Tri Yunis memberi contoh aturan larangan berkerumun yang telah berlaku di Singapura dan Malaysia. Bagi yang melanggar, ia menyebut masyarakat akan didenda mulai 2-3 juta.

"Masyarakat memang tidak boleh berkumpul dan berkerumun, jika ketahuan maka akan di denda seperti di Singapura dendanya 3 juta di Malaysia 2 juta. Baru semua orang kapok," jelasnya.

Bahkan, Tri Yunis memaparkan saat pertama kali aturan larangan berkerumun diterapkan memang ada banyak masyarakat yang tetap melanggar dan dikenakan denda. Namun, kemudian masyarakat bisa sadar untuk tidak melakukannya lagi.

"Seperti di Singapura, pertama kali aturan itu digaungkan masih banyak yang melanggar. Tapi, lama-lama orang menjadi miskin kalau melanggar terus," paparnya.

Baca Juga: PPKM Level 3 Dianggap Tak Efektif, Masyarakat Disebut akan Curi Start Liburan

"Jadi menurut saya buat aturannya dan tetap menggunakan masker sampai wabah ini berakhir. Mari kita ciptakan negara ini bebas dari Covid-19. Kita hampir selesai kok, mari kita tuntaskan kita bebas dari Covid-19. Selandia baru bisa, masa kita tidak bisa," imbuhnya.

Soal denda, Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Agus Taufik Mulyono menyatakan bahwa bangsa ini adalah bangsa yang senang dimarahi, senang diberi sanksi, dan senang melawan aturan.

Agus sepakat kemudian apabila ada penegakan hukum yang dilakukan bagi publik yang melakukan pelanggaran di tengah pandemi Covid-19.

Salah satu hal yang disoroti soal pelanggaran dalam perjalanan moda transportasi.

"Bangsa kita ini kan bangsa yang senang dimarahi, senang diberi sanksi. Tapi sebaliknya juga senang melawan aturan. Jadi salah satu kuncinya itu adalah penegakan hukum dan harus nyata. Jangan pakai surat tilang kalo gitu itu, tapi denda di tempat," ucapnya.

Adapun denda yang dimaksud sudah jelas ditetapkan dalam aturan sehingga kemudian tidak ada aparat yang bisa untuk dinego oleh para pelanggar di jalan.

"Denda ditempat itu tentu dengan aparat yang konsisten ya, jangan sampai aparatnya juga negotiable (bisa dinegosiasikan). Kalau Aparat negotiable juga percuma," kata Agus.

Penulis : Nurul Fitriana Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU