CISSReC: Teroris Pakai Data WNI yang Bocor untuk Rekrut Anggota Baru
Peristiwa | 21 November 2021, 16:41 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Para pelaku terorisme disebut menggunakan data pribadi warga negara Indonesia (WNI) yang bocor untuk menambah keanggotaan organisasi teroris.
Demikian disampaikan oleh Chairman Lembaga Riset Siber Indonesia Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama Persadha.
Baca Juga: Jubir Wapres: MUI Tidak Bisa Dibubarkan karena Ada Oknum Pengurus Terlibat Terorisme
Pratama menyampaikan hal tersebut ketika memberikan paparan materi pada seminar bertajuk 'Urgensi RUU Perlindungan Data Pribadi dan Kaitannya dengan Peristiwa Kebocoran Data BPJS' yang dipantau dari Jakarta, Minggu (21/11/2021).
"Saya juga diskusi dengan beberapa kawan di DPR, ada tren data yang bocor, yaitu KTP dan KK, digunakan (oleh kelompok teroris, red.) untuk mendaftarkan orang ke orang teroris," kata Pratama.
Sebelumnya, beberapa modus penyalahgunaan data pribadi yang sering dialami oleh korban kebocoran data adalah menerima berbagai pesan singkat berisikan tautan.
Baca Juga: Farid Okbah cs Disangka Pasal Pendanaan Terorisme, Tak Main-main Ancaman sampai 15 Tahun Penjara
Melalui tautan tersebut, pelaku pencurian data pribadi dapat melakukan phishing atau pengelabuan terhadap korban untuk memperoleh data pribadi yang sensitif, seperti kata sandi atau PIN kartu kredit.
Dengan modus tersebut, pelaku kejahatan dapat menguras seluruh tabungan dalam rekening korban maupun simpanan uang yang berada di dompet digital milik korban.
Akan tetapi, modus yang kini mulai menjadi tren mengalami perkembangan sehingga tidak hanya menimbulkan kerugian finansial bagi korban yang mengalami pencurian data, tetapi juga mengecoh Densus 88 Antiteror ketika menangani kasus terorisme.
Baca Juga: Jubir Wapres Sebut MUI Tidak Bisa Dibubarkan Hanya karena Ada Oknum yang Diduga Terlibat Terorisme
"Jadi, kemarin Densus menggerebek teroris, ada list-nya banyak, ada KTP-nya banyak," ujar Pratama.
"Akan tetapi, setelah dicek, ternyata KTP yang digunakan adalah KTP orang lain (yang tidak memiliki afiliasi dengan jaringan terorisme)."
Pratama juga menekankan bahwa berbagai peristiwa tersebut telah menunjukkan, bahwa saat ini Indonesia sangat membutuhkan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi.
Baca Juga: Anggota MUI Ditangkap Terkait Terorisme, Pengamat: JI Bisa Menyusup di Pemerintahan, TNI, dan Polri
Hal itu diperlukan untuk menjamin keamanan masyarakat Indonesia dan dan hak untuk memperoleh keadilan, serta pertanggungjawaban dari kasus-kasus kebocoran data pribadi.
"Kan ngeri kalau kita tiba-tiba didatangi oleh Densus, dibilang kita teroris, padahal kita tidak melakukan apa-apa," kata Pratama.
Baca Juga: Tolak Dikaitkan pada Sepak Terjang Ahmad Zain An Najah, MUI Klaim Punya Badan Antiterorisme
Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV