Catat! Ini Keputusan Musyawarah Ulama Pesantren Soal Sunat Perempuan: Harus Dicegah, Banyak Mudarat
Agama | 20 November 2021, 10:42 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Musyawarah Ulama Pesantren membuat keputusan yang mendorong pemerintah segera membuat regulasi terkait sunat perempuan.
Menurut para ulama yang datang dari pelbagai Pesantren di Indonesia ini, sunat perempuan harus dicegah karena mudarat (keburukannya).
Hal ini terkait praktik yang terjadi di tengah masyarakat tentang sunat perempuan berupa FGM/C (female genital mutilation/cutting) atau biasa juga dikenal dengan istilah P2GP (pemotongan dan perlukaan genitalia perempuan).
"Praktik P2GP harus mendapat perhatian seluruh kalangan karena banyak menimbulkan korban dan mudarat serta terbukti secara medis merugikan perempuan, baik fisik maupun psikis," ujar seorang ulama perempuan, Iffatul Umniati Ismail sebagaimana dikutip dari ANTARA di Jakarta, Jumat (19/11/2021).
Pimpinan Pesantren Darul Ulum Rejoso Peterongan Jombang Ali Muhsin menekankan bahwa rumusan rekomendasi dari ulama sebagai tokoh yang dipercaya oleh masyarakat menjadi hal yang sangat penting.
"Rekomendasi tersebut diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi penetapan fatwa oleh Majelis Ulama Indonesia dan pembuat kebijakan dari Kementerian Kesehatan dan Kementerian Agama. Hal itu diharapkan dapat menjadi payung hukum bagi para tenaga kesehatan dan masyarakat terkait sunat perempuan yang harus dicegah," kata Ali.
Baca Juga: Berbagi dan Saling Bantu saat Pandemi Covid dengan Sunatan Massal
Sunat Perempuan adalah Tradisi, Disalahpahami sebagai Ajaran Agama
Iffatul Ilmu yang juga dosen UIN Syarif Hidayatullah itu menjelaskan, fenomena P2GP merupakan adat istiadat dan tradisi yang dipraktikkan secara eksklusif oleh sekelompok masyarakat sepanjang sejarah.
Praktik ini dibuktikan secara cukup meyakinkan oleh sebagian ulama dan para sejarawan. Di samping itu, praktik P2GP sering kali disalahpahami sebagai pemenuhan perintah khitan bagi perempuan.
Padahal, jelasnya, tidak ditemukan satu dalil pun yang menganjurkannya di dalam sumber-sumber otoritatif hukum Islam. Tapi, kata dia, kerap disalahpahami sebagai bagian dari ajaran Islam.
Penulis : Dedik Priyanto Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV