> >

Siapa Untung Besar di Balik Tes PCR?

Aiman | 9 November 2021, 13:33 WIB
Ilustrasi tes PCR. Warga melakukan tes swab di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Batang, Jawa Tengah. (Sumber: Dok. Humas Pemkab Batang Jawa Tengah via AIMAN)

JAKARTA, KOMPAS.TV-- Gaduh, soal biaya Tes PCR. Turun 4 kali selama Pandemi, dari 2,5 juta rupiah, lalu 900 ribu rupiah, turun lagi 500 ribu dan terakhir, 300 ribu rupiah.

Ada pertanyaan, jika di awal mahal. Lalu kenapa penurunannya baru saat ini, mengapa pula ada perbedaan signifikan dari negara negara lain, India dan negara ASEAN yang sejak beberapa bulan silam lebih murah dari 500 ribu rupiah.

Ada pula pertanyaan, berapa sih harga sesungguhnya PCR ini?

Di antara seluk-beluk pertanyaan tersebut, muncul informasi yang diungkapkan pertama kali oleh Majalah Tempo bahwa Konglomerat, Politisi, hingga pejabat yang ikut berbisnis laboratorium untuk melakukan tes PCR.

Di antaranya yang disebut-sebut adalah Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, lewat afiliasi anak Perusahaan miliknya, PT. Toba Bumi Energi, dan Menteri BUMN Erick Thohir, lewat perusahaan milik Kakak Kandungnya, Garibaldi Thohir, Yayasan Kemanusiaan Adaro.

Keduanya telah membantah soal ini. Luhut Pandjaitan lewat Instagram resminya, @Luhut.Pandjaitan mengatakan antara lain,

“Saya tidak pernah sedikit pun mengambil keuntungan pribadi dari bisnis yang dijalankan PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI). Partisipasi yang diberikan melalui Toba Bumi Energi merupakan wujud bantuan yang diinisiasi oleh rekan-rekan saya dari Grup Indika, Adaro, Northstar, dan lain-lain untuk membantu penyediaan fasilitas tes COVID-19 dengan kapasitas yang besar."

"Bantuan melalui perusahaan tersebut merupakan upaya keterbukaan yang dilakukan sejak awal."

Luhut menambahkan pula, 

“Saya juga selalu mendorong agar harga tes PCR bisa diturunkan sehingga dapat terus menjangkau masyarakat yang membutuhkan.”

Sementara Erick melalui Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga mengungkapkan, 

“Di Yayasan Kemanusiaan Adaro ini, Pak Erick Thohir sejak jadi menteri tidak aktif lagi aktif di urusan bisnis dan di urusan yayasan seperti itu. Jadi sangat jauh lah dari keterlibatan atau dikaitkan dengan Pak Erick Thohir. Apalagi dikatakan main bisnis PCR. Jauh sekali,” ujar Arya kepada wartawan, pekan lalu,(2 November 2021).

Berapa Sih Harga PCR yang Wajar?

Terlepas dari sisi Polemik kepemilikan perusahaan milik Konglomerat, Politisi, hingga Pejabat, ada pertanyaan yang belum terjawab, berapa sih sesungguhnya harga tes PCR?

Saya mencoba mencari tahu langsung ke Pihak Gabungan Pengusaha Alat Kesehatan & Laboratorium (GAKESLAB). Saya menemui Sekjen Gakeslab, Randy Teguh.

Ada informasi yang mengejutkan yang saya dapatkan, saat saya bertanya berapa sih harga PCR sesungguhnya. Randy menyebut selain biaya tidak terkait langsung dengan peralatan untuk Tes PCR, seperti baju Hazmat, Batang pengambil sampel, dan sejumlah lainnya. Tes PCR terdiri atas Mesinnya dan Reagen.

Perumpamaannya adalah Mesin Pencetak di rumah. Ada mesin pencetaknya (printer) dan ada tintanya. Tidak bisa digunakan bila tidak ada salah satunya. Demikian pula dengan tes PCR.

Hitungan dari Gakeslab

Mesin PCR berkisar pada angka ratusan juta rupiah dan bisa digunakan jangka panjang, sementara reagen, bervariasi antara belasan hingga puluhan bahkan ada yang ratusan ribu rupiah pada awal pandemi, karena langka.

Lalu berapa harga tes PCR sesungguhnya. Randy menyebut, "10 ribu pun bisa!" 

Saya bertanya, "kenapa bisa?".  "Jika dilakukan kerja sama operasi, alias skema bisnis tertentu", jawab Randy.

Pertimbangannya adalah, Tes PCR ini akan digunakan dalam jangka panjang, dan semakin banyak yang menggunakan, secara hukum bisnis pasti akan semakin murah, karena harus berpikir soal waktu kembali modal (Payback Period), mesin PCR yang mahal.

Tak bisa disangkal, komponen PCR adalah bisnis. Tapi saat pandemi di mana PCR menjadi sebuah kewajiban bagi Tracing kontak erat maupun Screening pada sejumlah perjalanan, selayaknya dipikirkan bagaimana model bisnis yang punya kewajiban pelayanan pada publik.

Jika ICW dan Koalisi Masyarakat Sipil menghitung keuntungan dari Bisnis PCR selama sekitar setahun terakhir Pandemi ini mencapai lebih dari Rp10 Triliun. Maka ini bukanlah bisnis biasa. Alias bisnis Luar Biasa!

Satu pesan, pantau & tertibkan harga wajarnya untuk pelayanan, demi kesehatan publik.

Saya Aiman Witjaksono...

Salam!
 

Penulis : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU