Soenting Melajoe: Surat Kabar Perempuan Pertama di Hindia Belanda, Digagas Ruhana Kuddus
Peristiwa | 8 November 2021, 14:09 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Hari ini, Senin (8/11/2021), Doodle menampilkan Roehana Koeddoes alias Ruhana Kuddus, seorang pendidik dan jurnalis perempuan Indonesia. Momen tersebut kemudian mengantar beberapa orang kepada nama surat kabar yang pernah dirintis Roehana, yakni Soenting Melajoe.
Lalu, apa sebenarnya Soenting Melajoe itu, sejarahnya bagaimana?
Sejarah Soenting Melajoe
Soenting Melajoe yang kemudian disempurnakan dengan Sunting Melayu adalah surat kabar perempuan di Hindia Belanda yang pernah terbit di Padang, Sumatera.
Roehana Kudus dan Zoebeidah Ratna Djoewita adalah redaktur awal Soenting Melajoe. Disebutkan dalam Seabad Pers Perempuan karya Hajar Nur Styowati dan Rhoma DAY bahwa berdirinya surat kabar tersebut berawal dari hasrat Roehana untuk membuat surat kabar yang khusus menampung aspirasi perempuan.
Roehana yang berasal dari Koto Gadang menyampaikan keinginannya kepada Datuk Sutan Maharaja, pendiri surat kabar Oetoesan Melajoe di Padang.
Sutan Maharaja menyanggupi untuk membantu percetakan majalah khusus yang akan diterbitkan. Namun, mengingat Roehana tidak bisa pindah ke Padang karena ia mengajar di Kerajinan Amai Setia, Roehana mengusulkan agar ia cukup mengirimkan tulisan-tulisan dari Koto Gadang.
Baca Juga: Google Doodle Mengenang Roehana Koeddoes: Jurnalis Perempuan Pertama yang Jadi Pahlawan Nasional
Menyetujui usulan Roehana, Sutan Maharaja menunjuk putrinya sendiri, Ratna Djoewita untuk mengurusi redaksi surat kabar di Padang.
Soenting Melajoe terbit perdana pada tanggal 12 Juli 1912 dan berhenti terbit pada 28 Januari 1921 muat soal tajuk rencana, sajak-sajak, tulisan-tulisan mengenai perempuan, dan riwayat tokoh-tokoh ternama.
Soenting Melajoe terbit atas inisiatif Roehana. Meskipun penerbitannya dibantu oleh Datuk Sutan Maharaja, tapi redaksi majalah sepenuhnya dipegang oleh perempuan.
Dalam Sejerah Perkembangan Pers Minangkabau (185-1945) yang ditulis Yuliandre Darwis, menunjukkan bahwa dalam empat halaman setiap edisinya, Soenting Melajoe merekam diskusi dan perdebatan perempuan Hindia Belanda tentang pendidikan, kesehatan, agama, dan budaya.
Pada mulanya, Soenting Melajoe terbit sekali seminggu dan sirkulasinya menjangkau hingga keluar wilayah Minangkabau hingga ke luar wilayah Hindia Belanda.
Dalam catatan sejarah, Soenting Melajoe setidaknya tercermin dari daerah asal penulisan namanya, Soenting Melajoe yang berasal dari berbagai daerah di Sumatera.
Roehana Koeddoes dan Soenting Melajoe
Roehana adalah seorang perempuan yang seumur hidup memeprjuangkan kesetaraan dan kebebasan berekspresi perempuan.
Atas prestasi kepeloporannya, pemerintah Indonesia menobatkannya sebagai pahlawan nasional pada tahun 2019. Roehana Koeddoes sendiri lahir sebagai Siti Roehana pada tanggal 20 Desember 1884 di kota kecil Koto Gadang, Sumatera Barat, Hindia Belanda yang saat ini sudah menjadi Indonesia.
Ia dibesarkan selama era ketika perempuan Indonesia umumnya tidak mendapat pendidikan formal. Roehana mengembangkan kecintaan membaca dengan membaca halaman-halaman surat kabar lokal dan berbagi berita lokal dengan teman-temannya pada usia tujuh tahun.
Pada tahun 1911, ia meresmikan kariernya di bidang pendidikan dengan mendirikan sekolah pertama di Indonesia yang khusus diperuntukkan bagi perempuan.
Didirikan di kota kelahirannya, sekolah Koeddoes memberdayakan perempuan melalui berbagai program, mulai dari pengajaran literasi bahasa Arab hingga moralitas.
Roehana memperluas pengaruhnya setelah pindah ke Bukittinggi, sebuah kota besar di Sumatera Barat, dengan menjadi salah satu jurnalis wanita pertama di Indonesia.
Di tempat tersebut, Roehana memainkan peran kunci dalam perintis surat kabar perempuan, yakni: Soenting Melajoe.
Baca Juga: Google Doodle Hari Ini Tampilkan Ellya Khadam, Sang Pelopor Musik Dangdut
Sebagai yang pertama di Indonesia, publikasinya kemudian secara langsung menginspirasi perkembangan beberapa surat kabar wanita Indonesia yang berpengaruh lainnya.
Sepanjang karirnya, Roehana terus menulis artikel yang mendorong perempuan untuk membela kesetaraan dan melawan kolonialisme, dengan beberapa mencapai pengakuan nasional.
Sebagian berkat perintis seperti Koeddoes, banyak yang menganggap perempuan dalam jurnalisme Indonesia lebih kritis dan berani dari sebelumnya.
Baca Juga: Profil Elly Kasim, Penyanyi Legendaris Pop Minang Pelantun 'Ayam Den Lapeh'
Penulis : Hedi Basri Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV