> >

Ketua MK Ingatkan Jokowi Tentang Tenggat Status Pandemi Covid-19

Update corona | 31 Oktober 2021, 08:54 WIB
Presiden Jokowi pada puncak peringatan Hari Sumpah Pemuda, Kamis (28/10/2021). (Sumber: Tangkapan Layar Youtube Setpres/ninuk)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Presiden Joko Widodo atau Jokowi harus mengumumkan pandemi Covid-19 sudah selesai atau belum pada akhir tahun kedua sejak undang-undang penanganan pandemi diterbitkan.

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman mengatakan pengumuman tersebut akan menentukan masih berlanjut atau tidaknya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Perppu 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Baca Juga: Indonesia Senada Seirama dengan Pasifik, Utamakan Quality Tourism di Masa Pandemi

Demikian hal itu tertuang dalam Pasal 29 pada lampiran UU Nomor 2 Tahun 2020 yang sudah direvisi oleh MK.

Dalam revisi itu, disebutkan bahwa UU Nomor 2 Tahun 2020 hanya berlaku selama dua tahun. Jika dihitung, maka tahun kedua berlakunya UU tersebut akan jatuh pada akhir tahun 2021.

"Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangan dan harus dinyatakan tidak berlaku lagi sejak presiden mengumumkan secara resmi bahwa status pandemi Covid-19 telah berakhir di Indonesia dan status tersebut harus dinyatakan paling lambat akhir tahun kedua," kata Anwar dalam sidang putusan pada Kamis (28/10/2021).

Apabila pada akhir tahun 2021 pandemi belum usai, UU tersebut masih tetap berlaku.
Seperti diketahui, undang-undang tersebut digugat ke MK oleh Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif, dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (Yappika).

Baca Juga: Hapus Cuti Bersama untuk Cegah Gelombang Ketiga Covid-19, Menkominfo: Pandemi Belum Hilang

Kuasa hukum Yappika, Violla Reininda, mengingatkan pemerintah bahwa UU terkait penanganan pandemi itu hanya berlaku sementara.

"UU ini tidak berlaku permanen dan terbatas waktu sepanjang penanganan Covid-19," kata Viola dikutip dari Kompas.com pada (31/10/2021).

Ia menilai bahwa batas waktu pandemi berakhir pada tahun kedua dapat diartikan pada akhir 2021.

"Jadi Presiden mesti mengumumkan kepastian status darurat Covid-19 maksimal akhir tahun ini, apakah memperpanjang masa krisis/darurat atau dicabut," ujarnya.

Adapun Pasal 29 sebelumnya menyatakan, "Peraturan pemerintah pengganti undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan."

MK menyatakan, ketentuan itu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai:

"Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangan dan harus dinyatakan tidak berlaku lagi sejak presiden mengumumkan secara resmi bahwa status pandemi covid-19 telah berakhir di Indonesia dan status tersebut harus dinyatakan paling lambat akhir tahun kedua. Dalam hal secara faktual pandemi Covid-19 belum berakhir sebelum memasuki tahun ketiga Undang-Undang a quo masih dapat diberlakukan. Namun, pengalokasian anggaran dan penentuan batas defisit anggaran untuk penanganan pandemi Covid-19 harus mendapatkan persetujuan DPR dan pertimbangan DPD."

Baca Juga: Bangkit! Pemuda Indonesia Buktikan Diri Bisa Lewati Krisis di Masa Pandemi

Selain itu, dalam putusannya, MK merevisi Pasal 27 Ayat 1 yang awalnya berbunyi:

"Biaya yang telah dikeluarkan pemerintah dan atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah kebijakan pembiayaan kebijakan stabilitas sistem keuangan dan program pemulihan ekonomi nasional merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara".

Setelah direvisi menjadi:

"Biaya yang telah dikeluarkan pemerintah dan atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan dan program pemulihan ekonomi nasional merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara sepanjang dilakukan dengan iktikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan".

Mahkamah dalam putusannya menilai kata "biaya" dan frasa "bukan merupakan kerugian negara" dalam Pasal 27 Ayat 1 yang tidak dibarengi dengan iktikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan telah menimbulkan ketidakpastian dalam penegakan hukum.

Baca Juga: Survei: Ada Tren Penurunan Kepuasan Publik terhadap Kinerja Pemerintah, Warning untuk Jokowi

Karena itu, demi kepastian hukum, norma Pasal 27 Ayat 1 harus dinyatakan inkonstitusional sepanjang frasa "bukan merupakan kerugian negara" tidak dimaknai "bukan merupakan kerugian negara sepanjang dilakukan dengan iktikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan".

"Penempatan frasa ‘bukan merupakan kerugian negara’ dalam pasal tersebut dapat dipastikan bertentangan dengan prinsip due process of law untuk mendapatkan perlindungan yang sama," kata Hakim Konstitusi Saldi Isra dalam sidang putusan.

MK juga mengubah Pasal 27 Ayat 3 dalam UU 2/2020 juga dinilai menimbulkan ketidakpastian hukum dan perlakukan yang sama.

Pasal itu berbunyi:

"Segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara."

Baca Juga: Jokowi Apresiasi Kerjasama Pertahanan dengan Prancis Saat Bertemu Presiden Macron

Ketentuan tersebut diubah oleh MK menjadi:

"Segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara sepanjang dilakukan terkait dengan penanganan pandemi Covid-19 serta dilakukan dengan itikat baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan."

 

Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Purwanto

Sumber : Kompas.com


TERBARU