Indonesia Beruntung Pernah Alami Kasus Covid Tinggi, Munculkan Imunitas Super
Sapa indonesia | 27 Oktober 2021, 20:35 WIBYOGYAKARTA, KOMPAS.TV – Terjadinya lonjakan kasus Covid-19 yang tinggi di Indonesia beberapa waktu lalu merupakan keuntungan bagi Indonesia. Sebab memunculkan banyak imunitas super atau super immunity.
Penjelasan itu disampaikan oleh Sulfikar Amir, Pakar Sosiolog Bencana Universitas Nanyang Singapura, dalam Sapa Indonesia Malam KOMPAS TV, Rabu (27/10/2021).
“Jadi memang ada istilahnya super immunity bagi mereka yang sudah pernah mengalami infeksi kemudian melakukan vaksinasi, nah itu yang terjadi di banyak wilayah di Indonesia,” jelasnya.
Sulfikar menuturkan, saat ini lonjakan kasus masih terjadi di Singapura, meskipun persentase vaksinasi di negara ini sudah mencapai 85 persen untuk suntukan dosis kedua.
Menurutnya, penyebab lonjakan kasus di sana karena Singapura menerapkan sistem zero covid selama 1,5 tahun terakhir.
Baca Juga: Cuti Bersama Natal 2021 Dihapus, Menko PMK: Tekan Pergerakan Warga Liburan Akhir Tahun
“Sehingga sangat sedikit jumlah populasi di singapura yang terinfeksi secara natural, jadi imunitas naturalnya belum terbentuk dengan baik,” lanjutnya.
Minimnya orang yang memiliki imunitas alami akibat terpapar Covid-19 juga menyebabkan mereka yang telah tervaksinasi pun masih bisa megalami infeksi.
“Sehingga orang yang tervaksinasi pun masih bisa mengalami infeksi. Ini yang sedang terjadi di Singapura.”
Dia megatakan, saat ini gelombang Covid-19 masih terjadi di Singapra, dan pemerintah setempat masih menunggu kapan penurunan jumlah kasus terjadi.
“Jadi mereka masih berada dalam fase yang disebut fase stabilisasi, dan mereka baru saja memperpanjang fase stabilisasi sampai pertengahan November,” imbuhnya.
Meski menyebut bahwa Indonesia beruntung karena pernah mengalami kasus tinggi, dalam arti bisa melewati gelombang dengan lebih cepat, tetapi menurutnya harga yang harus dibayar sangat mahal.
Baca Juga: Kemenag: Libur Maulid Nabi Digeser, Cuti Bersama Hari Raya Natal Ditiadakan
“Tapi harga yang harus dibayar itu mahal sekali, 140 ribu orang yang meninggal, belum lagi yang tidak tercatat. Di singapura sampai saat ini fatality ratenya itu masih 0,1 persen. Walaupun penularan tinggi, fatality rate itu masih rendah.”
Sulfikar juga mengapresiasi sikap Pemerintah Indonesia yang saat ini lebih hati-hati, yakni dengan menghapus cuti bersama libur natal dan tahun baru (Nataru)
“Menurut saya ini adalah suatu sikap hati-hati dari pemerintah, dan perlu kita apresiasi karena apa yang terjadi sebelum itu sudah memberi pelajaran yang sangat penting buat bangsa Indonesia dalam menghadapi pandemi ini.”
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV