Jokowi Minta Harga Tes PCR Jadi Rp300 Ribu, IDI Berharap Gratis Seperti Vaksin
Kesehatan | 25 Oktober 2021, 19:42 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan Presiden Jokowi mendengarkan keluhan masyarakat soal mahalnya harga tes PCR. Sementara, tes PCR menjadi syarat perjalanan udara.
Luhut menyebut, Presiden Jokowi menginstruksikan untuk menurunkan harga tes PCR menjadi Rp300 ribu.
“Arahan Presiden agar harga PCR dapat diturunkan menjadi Rp300 ribu dan berlaku selama 3x24 jam untuk perjalanan pesawat,” ujar Luhut dalam konferensi pers evaluasi PPKM pada Senin (25/10/2021).
Ia mengatakan, tes PCR nantinya akan menjadi syarat untuk seluruh mode transportasi, termasuk perjalanan darat dan air.
Baca Juga: Sri Mulyani: Pemerintah Habiskan Rp54,7 T untuk Vaksin dan Perawatan Pasien Covid-19
"Secara bertahap penggunaan tes PCR akan juga diterapkan pada transportasi lainnya selama dalam mengantisipasi periode Natal dan Tahun Baru,” kata Luhut.
Menurut Luhut, tes PCR menjadi syarat perjalanan mengingat pengalaman tahun lalu saat masa libur Natal dan Tahun Baru.
“Sebagai perbandingan, selama periode Nataru tahun lalu, meskipun penerbangan ke Bali disyaratkan PCR, mobilitas tetap meningkat dan pada akhirnya mendorong kenaikan kasus, walaupun tanpa varian delta," jelas Luhut.
Lalu, mengapa sebelumnya harga tes PCR mahal?
Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban memberikan klarifikasi bahwa dokter tidak mendapat komisi dari setiap tes PCR.
"Posisi saya jelas. Sama seperti vaksin, tes PCR sangat penting untuk melawan pandemi. Tapi jangan dipahami dokter itu mendapat komisi dari penjualan PCR,” ujarnya dalam akun Twitter pribadinya @ProfesorZubairi, Sabtu (23/10/2021).
Zubairi berpendapat, mestinya masyarakat dapat menjalani tes PCR dengan gratis di masa darurat pandemi.
“Karena penting, harusnya tes PCR bisa seperti vaksin, yakni gratis. Itu kalau bisa," imbuhnya.
Baca Juga: Penumpang Tidak Wajib Tunjukkan Kartu Vaksin Sebelum Penerbangan, Ini Syaratnya
Sementara, ahli mikrobiologi Universitas Indonesia Pratiwi Puji Lestari Sudarmono menjelaskan, alat-alat untuk tes PCR adalah barang impor.
Lalu, tak begitu banyak pabrik yang memproduksi alat-alat untuk tes PCR, sehingga Indonesia pernah mengantri demi mendapatkannya.
"Jadi yang mahal itu adalah tes PCR atau tes cepat molekuler (TCM). Dua-duanya menggunakan peralatan yang disebut RT-PCR. Alat RT-PCR itu membutuhkan dua reagensia, yaitu reagensia untuk ekstraksi RNA dan reagensia untuk PCR itu sendiri. Dua-duanya harus diimpor dari luar negeri. Itu komponen mahalnya," kata Pratiwi pada KompasTV, Sabtu (5/9/2020).
Selain peralatan, tes PCR juga membutuhkan proses panjang. Tenaga medis dan laboratorium yang menjalankan pun mesti memenuhi standar minimal BSL-2, temasuk memiliki sistem pembuangan limbah khusus.
"Jadi selain peralatan yang harus diimpor, prosesnya juga panjang," jelas Pratiwi.
Pratiwi menambahkan Kementerian Kesehatan pernah menghitung tarif tes PCR standar sesuai pendapat sejumlah ahli. Hasilnya standar harga tes PCR sekitar Rp 1 juta.
"Kalau mau ditekan (harga tes PCR), maka sebagian harus disubsidi pemerintah. Baik dari reagensia atau barang-barang yang lain," ujar Pratiwi.
Baca Juga: Angka Positif Covid-19 di 105 Kota/Kabupaten Naik, Presiden Beri Instruksi untuk Menterinya
Penulis : Ahmad Zuhad Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV