Kejagung Tahan 3 Tersangka Kasus Korupsi di Perum Perindo
Hukum | 21 Oktober 2021, 20:00 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Kejaksaan Agung menetapkan dan melakukan penahanan kepada tiga orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi di Perum Perindo Tahun 2016-2019.
Penetapan penahanan dilakukan setelah Kejaksaan Agung memeriksa 7 (tujuh) orang saksi pada hari ini.
Keterangan itu disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam keterangannya, Kamis (21/10/2021).
“Dari 7 (tujuh) orang yang diperiksa sebagai saksi pada hari ini, hanya 4 (empat) orang yang memenuhi panggilan sebagai saksi, dan 3 (tiga) di antaranya ditetapkan sebagai Tersangka dalam perkara Tindak Pidana Korupsi pada Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) Tahun 2016-2019,” ungkap Leo.
Leo menjelaskan 3 tersangka yang ditetapkan dalam dugaan korupsi Perum Perindo di antaranya NMB selaku Direktur PT Prima Pangan Madani. Kedua, LS selaku Direktur PT Kemilau Bintang Timur dan WP selaku Karyawan BUMN/Mantan Vice President Perdagangan, Penangkapan dan Pengelolaan Perum Perindo.
“Untuk mempercepat proses penyidikan, selanjutnya terhadap 3 (tiga) Tersangka dilakukan penahanan,” kata Leo.
Baca Juga: Satu Saksi Kasus Korupsi Perum Perindo Alami Kejang dan Meninggal Saat akan Diperiksa
Leo menuturkan penahanan ketiga tersangka dilakukan 20 hari ke depan terhitung mulai tanggal 21 Oktober sampai dengan 9 November 2021. Untuk NMB dan LS, penahanan dilakukan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Sementara penahanan WP dilakukan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
Dalam konstruksi kasus, Leo menjelaskan Perusahaan Umum Perikanan Indonesia adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang didirikan pada tahun 2013 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2013 tentang Perusahaan Umum (Perum) Perikanan Indonesia (Perindo).
Dalam rangka untuk meningkatkan pendapatan perusahaan, pada tahun 2017 ketika Direktur Utama Perindo dijabat oleh SJ, Perum Perindo menerbitkan Surat Utang Jangka Menengah atau Medium Term Notes (MTN) dan mendapatkan Dana sebesar Rp200.000.000.000,- (dua ratus miliar rupiah), yang terdiri dari Sertifikat Jumbo MTN Perum Perikanan Indonesia Tahun 2017 – Seri A dan Sertifikat Jumbo MTN Perum Perikanan Indonesia Tahun 2017 – Seri B.
Adapun tujuan MTN tersebut digunakan untuk pembiayaan di bidang perikanan tangkap.
“Namun, faktanya penggunaan dana MTN Seri A dan seri B tidak digunakan sesuai dengan peruntukan sebagaimana prospek atau tujuan penerbitan MTN seri A dan seri B,” kata Leo.
Baca Juga: ICW soal 2 Tahun Jokowi-Ma’ruf: Ada Selubung Besar di Balik Pinangki yang Belum Terungkap
“MTN seri A dan seri B sebagaimana maksud sebagian besar digunakan untuk bisnis perdagangan ikan yang dikelola oleh Divisi Penangkapan, Perdagangan dan Pengolahan Ikan atau Strategy Bussines Unit (SBU) Fish Trade and Processing (FTP) yang dipimpin oleh WP.”
Selanjutnya, Desember 2017, Direktur Utama Perindo berganti kepada RS yang mana pada periode sebelumnya yang bersangkutan merupakan Direktur Operasional Perum Perindo.
Kemudian RS mengadakan rapat dan pertemuan dengan Divisi Penangkapan, Perdagangan dan Pengolahan (P3) Ikan atau Strategy Bussines Unit (SBU) Fish Trade and Processing (FTP) yang diikuti juga oleh IP sebagai Advisor Divisi P3 untuk membahas pengembangan bisnis Perum Perindo menggunakan dana MTN seri A dan seri B, kredit Bank BTN Syariah dan kredit Bank BNI.
Ada beberapa perusahaan dan perseorangan yang direkomendasikan oleh IP kepada Perindo untuk dijalankan kerja sama perdagangan ikan yaitu PT Global Prima Santosa (GPS), PT Kemilau Bintang Timur (KBT), S/TK dan RP.
“Selain beberapa pihak yang dibawa oleh IP juga terdapat beberapa pihak lain yang kemudian menjalin kerja sama dengan Perindo untuk bisnis perdagangan ikan antara lain, PT Etmico Makmur Abadi, PT SIG Asia, Dewa Putu Djunaedi, CV Ken Jaya Perkara, CV Tuna Kieraha Utama, Law Aguan, Pramudji Candra, PT Prima Pangan Madani, PT Lestari Sukses Makmur, PT Tri Dharma Perkasa,” jelas Leo.
“Metode yang digunakan dalam bisnis perdagangan ikan tersebut adalah metode jual beli ikan putus.”
Dalam penunjukan mitra bisnis perdagangan ikan tersebut di atas, Perindo melalui Divisi P3/SBU FTP tidak ada melakukan analisa usaha, rencana keuangan dan proyeksi pengembangan usaha.
“Selain dari itu, dalam melaksanakan bisnis perdagangan ikan tersebut beberapa pihak tidak dibuatkan perjanjian kerja sama, tidak ada berita acara serah terima barang, tidak ada laporan jual beli ikan dan tidak ada dari pihak Perindo yang ditempatkan dalam penyerahan ikan dari supplier kepada mitra bisnis Perum Perindo,” kata Leo.
Akibat penyimpangan dalam metode penunjukan mitra bisnis perdagangan ikan oleh Perum Perindo, menimbulkan verifikasi syarat pencairan dana bisnis yang tidak benar dan menimbulkan transaksi-transaksi fiktif yang dilakukan oleh mitra bisnis perdagangan ikan Perum Perindo.
“Kemudian transaksi-transaksi fiktif tersebut menjadi tunggakan pembayaran mitra bisnis perdagangan ikan kepada Perum Perindo kurang lebih sebesar Rp149 Miliar,” jelas Leo.
“Proses penyidikan masih difokuskan kepada SBU Perdagangan Ikan, maka untuk SBU Penangkapan dan SBU Aquacultur penentuan perbuatan melawan hukum dan penentuan pertanggungjawaban hukum dilakukan seiring dengan penyidikan lanjutan.”
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV