BEM SI: 7 Tahun Jokowi Hianati Rakyat, Janji Kampanye Tak Ditepati
Politik | 21 Oktober 2021, 12:20 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Bandan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menggelar aksi di depan Istana Negara, Jakarta Pusat, hari ini Kamis (21/10/2021).
Aksi demo tersebut guna memperingati tujuh tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menurut BEM SI, tujuh tahun kepemimpinan Jokowi adalah masa menghianati suara rakyat.
Koordinator Isu Hukum dan HAM BEM SI Zakky Musthofa Zuhad mengatakan, banyak janji-janji kampanye Jokowi yang hanya muncul saat pencalonan dirinya. Setelah terpilih, janji tersebut ditinggalkan.
Kata dia, momentum tujuh tahun tersebut adalah penghianatan Jokowi terhadap rakyatnya.
"Karena memang apa yang menjadi kata Pak Jokowi sering kali berjanji, sering kali menyampaikan ekspektasi terhadap rakyat terkait penguatan KPK, terkait dengan reformasi, dan lain sebagainya, tapi nyatanya tidak," kata Zakky saat dihubungi KOMPAS.TV, Kamis.
"Pak Jokowi yang akhirnya sudah menyampaikan janji-janji kemudian ekspektasi terhadap rakyat nggak menjalankan apa yang harus dijalankan dan kami sebut itu sebuah penghianatan terhadap rakyat," lanjutnya menegaskan.
Lebih lanjut, Zakky menejalaskan, rakyat yang mungkin memilih Jokowi karena janjinya yang berpihak terhadap rakyat.
"Tapi apa yang menjadi catatan, KPK hari ini dikebiri dengan Undang-Undang KPK, kemudian Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 tahun 2020," terangnya.
Baca Juga: 2 Tahun Jokowi-Ma'ruf, BEM SI Serukan Kinerja Polri Dievaluasi hingga Reformasi
Dari banyak kebijakan yang dibuat Jokowi tersebut, BEM SI menyebutnya sebagai penghianatan terhadap rakyat.
"Dan kami (BEM SI - red) menyebutnya lebih mengakomodir oligarki," kata Presiden Mahasiswa UNS itu.
Zakky menunjukkan bahwa pada 2014, saat Jokowi mencalonkan diri menjadi Presiden RI, mantan Wali Kota Solo itu berjanji untuk memperkuat KPK.
"Ke depan, KPK perlu diperkuat, anggaran perlu ditambah, perkiraan saya kurang lebih bisa 10 kali,” kata Zakky saat coba menirukan janji kampanye Jokowi saat itu.
"Faktanya, setelah terpilih menjadi Presiden RI Jokowi mengingkari janji yang juga tertuang dalam Nawa Cita tersebut. Pemerintah seakan dianggap melemahkan KPK dengan beberapa hal," tulis dalam kajian BEM SI yang diterima KOMPAS.TV.
Salah satu hal yang disebut BEM SI adalah disahkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 yang dinilai cacat secara prosedural dan mendapatkan penolakan dari akademisi, publik, dan KPK
Lalu kemudian, "meloloskan pimpinan KPK yang bermasalah pada tahun 2019 terutama Firli Bahuri yang akhirnya menjadi Ketua KPK terpilih, padahal pernah dilaporkan karena diduga melakukan pelanggaran etik semasa menjabat Deputi Penindakan KPK."
Baca Juga: Evaluasi 2 Tahun Kinerja Jokowi-Maruf, BEM SI Layangkan Selusin Tuntutan
Selain soal pemberantasan korupsi, BEM SI juga menilai Jokowi telah gagal menjamin kebebebasan berpendapat.
Indonesia sebagai negara demokrasi seharusnya menjunjung tinggi kebebasan berpendapat untuk setiap lapisan masyarakat.
Di tengah kemajuan di bidang Iptek maka media sosial menjadi tempat masyarakat untuk menyampaikan kritik dan masukan bagi para penyelenggara pemerintahan.
Namun, sebagai penjamin kemanan dan kebebasan berpendapat di media sosial, menurut BEM SI, Jokowi menjadikan UU ITE sebagai pelindung kebebasan berpendapat bagi setiap masyarakat.
Sementara UU ITE justru menimbulkan masalah baru karena hadirnya beberapa pasal karet serta multitafsir yang tak kunjung direvisi.
Lalu, BEM SI juga menyoroti janji Jokowi unuk menenuntaskan pelanggaran HAM masa lalu.
"Berkomitmen menyelesaikan secara berkeadilan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu yang sampai dengan saat ini masih menjadi beban sosial politik bagi bangsa Indonesia seperti: Kerusuhan Mei, Trisakti, Semanggi 1 dan 2, Penghilangan Paksa, Talang Sari-Lampung, Tanjung Priok, Tragedi 1965," demikian bunyi Nawacita poin keempat Jokowi-JK saat itu.
"Pemerintah tidak pernah berhenti untuk menuntaskan masalah HAM masa lalu secara bijak dan bermartabat," kata Jokowi di acara Peringatan Hari HAM Sedunia yang digelar Komnas HAM secara daring, Kamis, 10 Desember 2020.
Namun hingga kini, BEM SI menilai, tidak ada realisasi berarti sehingga terkesan stagnan.
"Bahkan Pemerintah mulai melakukan pendekatan penyelesaian masalah melalui instrumen Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) yang berarti lebih bersifat pada perdamaian. Padahal, KKR bukanlah sebagai lembaga pengganti peradilan," papar BEM SI.
Baca Juga: BEM SI Demo Kritik 7 Tahun Kepemimpinan Jokowi di Istana Negara Hari Ini
Penulis : Hedi Basri Editor : Fadhilah
Sumber : Kompas TV