Belajar dari Gempa Bali, BMKG Ingatkan Bahaya Bangunan di Kawasan Perbukitan
Peristiwa | 16 Oktober 2021, 18:54 WIBDENPASAR, KOMPAS.TV – Terkait peristiwa gempa bumi di Bali, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperingatkan bahaya mendirikan bangunan atau rumah di kawasan perbukitan. Sebaiknya bangunan di perbukitan menggunakan struktur yang tahan gempa atau ramah gempa.
Peringatan ini disampaikan Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono saat menjadi narasumber di program "Kompas Petang" di Kompas TV, Sabtu (16/10/2021).
Dia menjelaskan bahwa sebagian besar wilayah Indonesia merupakan kawasan rawan gempa. Gempa dapat terjadi kapan saja dan di mana saja. Karena itu, penting untuk masyarakat memiliki pengetahuan soal mitigasi bencana gempa.
Baca Juga: Pasca Gempa Magnitudo 4,8 Guncang Bali, Permukiman Warga di Bangli Tertimpa Longsor
“Wilayah kita sangat rawan gempa, sehingga jika terjadi gempa di berbagai daerah, itu wajar saja. Itu fenomena normal saja karena sumbernya banyak,” paparnya.
Namun, kata Daryono, masyarakat perlu mengetahui bahwa gempa tidak secara langsung membunuh atau melukai. Menurutnya, jatuhnya korban adalah karena bangunan yang runtuh akibat guncangan gempa.
Karena itu, dia mengingatkan pentingnya membuat bangunan yang tahan gempa atau setidaknya rawan gempa. “Bangunan tahan gempa biasanya biayanya mahal, karena itu perlu membangun bangunan yang ramah gempa,” terangnya.
Daryono menyebut, bangunan yang ramah gempa adalah yang bermaterial kayu atau bambu.
Gempa bumi semakin berbahaya, jika terjadi di daerah perbukitan. Karena biasanya struktur tanah di daerah perbukitan lebih lunak dan labil.
Baca Juga: Terkenal Begitu Merusak, Gempa di Bali Sering Picu Tanah Longsor dan Telan Banyak Korban
Karena struktur tanah yang labil tersebut, maka rentan menimbulkan dampak susulan (collateral damage) dari gempa seperti longsor.
Dia menjelaskan, tanah yang lunak juga menyebabkan bangunan bakal berguncang lebih kuat.
Karena itu, dia menyarankan, sebaiknya masyarakat tidak membangun rumah atau bangunan di daerah perbukitan atau di lereng-lereng yang terjal. “Karena bisa terjadi dampak ikutannya, seperti longsor,” paparnya.
Baca Juga: Gempa M 4,8 di Bali, Sebabkan Longsor dan Rusak Puluhan Bangunan
Longsor, imbuh Daryono, bisa terjadi bukan saja saat gempa, tetapi juga pascagempa. “Jika terjadi gempa susulan yang signifikan, maka sangat mudah longsor,” paparnya.
Dia menilai, karena Indonesia rawan gempa, maka masyarakat, terutama yang berada di daerah perbukitan, perlu mendapatkan sosialisasi yang masif soal mitigasi bencana. Dan menurut Daryono, mitigasi bencana paling utama adalah mitigasi struktural, yaitu membangun bangunan yang tahan atau ramah gempa.
“Jangan membangun asal bangun. Kualitas adukan material bangunan pun jangan rendah sehingga terbangun bangunan yang tidak aman,” katanya memperingatkan.
Penulis : Vidi Batlolone Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV