Filosofi Soto sebagai 'Unity in Diversoto' hingga Perlunya Mendunia lewat Gastrodiplomasi
Peristiwa | 10 Oktober 2021, 14:40 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Soto sebagai kuliner khas Indonesia, baru-baru ini diperkenalkan kepada warga dunia melalui unggahan media internasional, New York Times. Tepatnya pada laman cooking.nytimes.com.
Sebuah resep yang ditulis James Oseland, kemudian diunggah ulang dalam akun Instagram resmi New York Times, pada hari ini Minggu (10/10/2021).
Tak lupa, New York Times juga menjelaskan sedikit deskripsi soto ayam kepada warga dunia.
"Soto ayam, sop ayam versi Indonesia, kaldu herbal bening yang dicerahkan dengan kunyit segar dan rempah-rempah lain, ditambah mi beras," tulis akun @nytimes.
Melihat makanan khas Indonesia yang dikenalkan kepada dunia, mengingatkan kembali tentang gagasan soto yang mencerminkan keberagaman Nusantara.
Peneliti gastrodiplomasi dari Pusat Kajian Gastrodiplomasi di Center for Research in Social Sciences and Humanities (C-RiSSH) Universitas Jember, Agus Trihartono menyatakan Indonesia memiliki lebih 70 ragam soto dari Sabang hingga Merauke.
Bahkan, keragaman tersebut tetap membuat soto bisa diterima oleh masyarakat Indonesia dari berbagai latar belakang budaya.
Dilansir dari laman resmi Universitas Jember, Agus menilai soto adalah cermin dari keragaman Indonesia.
Bahkan, jika 'Unity in Diversity' sering dikaitkan dengan Bhinneka Tunggal Ika, maka 'Unity in Diversoto' bisa digunakan untuk keberagaman soto.
Baca Juga: Soto Ayam Masuk New York Times, Ini Resep Soto Kudus Bening ala Sisca Soewitomo
“Jadi, soto mencerminkan keberagaman Indonesia. Jika ada motto 'Unity in Diversity' yang mirip artinya dengan motto Bhinneka Tunggal Ika, maka tak heran jika lantas muncul istilah 'Unity in Diversoto' untuk menggambarkan keberanekaragaman soto Indonesia,” kata Agus Trihartono.
Selain itu, Agus juga optimistis soto mampu menjadi gastrodiplomasi Indonesia di tingkat dunia.
Perlu diketahui, gastrodiplomasi adalah upaya membangun citra dan posisi suatu bangsa demi terciptanya reputasi tertentu melalui makanan.
Lebih lanjut, Agus menyatakan keragaman yang dimiliki soto akan berpotensi menjadi gastrodiplomasi Indonesia. Jika Thailand dikenal lewat makanan tom yam, maka soto adalah Indonesia.
"Keunikan soto Indonesia yang beraneka ragam bisa menjadi potensi gastrodiplomasi Indonesia di tingkat dunia. Jika sushi lekat dengan Jepang, pizza identik dengan Italia, kimchi diperjuangkan oleh Korea Selatan dan tom yam produk Thailand, maka soto adalah Indonesia," papar Agus.
Lulusan Ritsumeikan University Jepang ini juga menyatakan bahwa makanan sebagai elemen gastrodiplomasi menjadi kekuatan diplomasi yang tidak bisa diremehkan.
Hal itu disebabkan, makanan yang minim memiliki unsur politik. Sehingga kata Agus, makanan relatif bisa diterima oleh semua orang dari berbagai latar belakang budaya.
Makanan juga sudah lama dikenal sebagai kelengkapan pertemuan dan berbagai upacara baik formal maupun non formal.
Oleh karena itu gastrodiplomasi adalah diplomasi yang membumi yang penting dilaksanakan.
“Oleh karena itu tidak heran jika Presiden Soekarno memerintahkan penyusunan buku resep makanan Mustikarasa yang berisi resep-resep masakan khas Indonesia, sementara Presiden Jokowi konsisten menyajikan masakan khas Indonesia dalam setiap jamuan kenegaraan,” pungkas Agus Trihartono.
Sebelumnya, perlu diketahui soto dimasing-masing wilayah memiliki perbedaan mulai dari soto lamongan, soto betawi, soto bening solo, hinga coto makassar.
Soto Betawi identik dengan kuah santan dan disajikan dengan emping goreng. Sementara, soto lamongan disajikan dengan satu ciri khas, yaitu koya.
Baca Juga: Soto Ayam Rp 2 Ribu, Berjualan dan Berbagi untuk Warga Terdampak Pandemi
Penulis : Nurul Fitriana Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV