> >

Ini Penjelasan Kabareskrim soal Penghentian Penyelidikan Dugaan Pemerkosaan Anak di Luwu Timur

Hukum | 10 Oktober 2021, 06:39 WIB
Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto. (Sumber: ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA via Kompas.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto ikut memberi penjelasan terkait penghentian penyelidikan dugaan pemerkosaan anak di bawah umur yang dilakukan ayah kandung di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

Agus menyatakan selama proses penyelidikan, tim dari KPAI ikut mendampingi kepolisian. Polres Luwu Timur juga telah melakukan visum kepada tiga anak yang diduga diperkosa oleh ayah kandungnya.

Hasilnya, sambung Agus, tidak ditemukan dugaan pencabulan seperti yang dilaporkan oleh ibu dari anak tersebut yang merupakan mantan istri dari terlapor. 

Baca Juga: Kompolnas: Pesimisme Tak Selesaikan Masalah, Masyarakat Harusnya Dukung Polri dalam Kasus Luwu Timur

"Kalau hasil visum dan KPAI sudah mendampingi dan tidak ditemukan sesuai keterangan ibu atau mantan istri yang dilaporkan. Mau diapakan bila faktanya enggak ada? Itu penjelasan Pak Kapolda dan Direktur Krimum," ujar Agus saat dikonfirmasi, Sabtu (9/10/2021). Dikutip dari Tribunnews.com.

Agus menambahkan pihaknya juga telah mengirim tim pengawasan penyidikan (Wassidik) ke Polda Sulawesi Selatan untuk mendampingi penyelidikan laporan dugaan pemerkosaan anak di bawah umur yang dilakukan ayah kandungnya di Luwu Timur. 

Adapun Wassidik ini memiliki tugas melakukan koordinasi dan pengawasan proses penyidikan tindak pidana di lingkungan Ditreskrimum, serta menindaklanjuti pengaduan masyarakat yang terkait dengan proses penyidikan.

"Iya, Biro Wassidik Bareskrim Polri asistensi untuk cek (ke Polda Sulsel)," ujarnya.

Baca Juga: Temui Ibu Korban, Polisi Janji Usut Kasus Kejahatan Seksual Anak di Luwu Timur Secara Profesional

Kasus pemerkosaan anak ini bermula saat seorang ibu rumah tangga melaporkan kejadian yang dialami ketiga anaknya yang masih di bawah 10 tahun.

Dalam laporannya, pihak terlapor yakni eks suaminya atau ayah kandung dari tiga anak di bawah umur tersebut.

Terlapor merupakan seorang aparatur sipil negara (ASN) yang punya posisi di kantor pemerintahan daerah Luwu Timur.

Adapun kejadian dugaan pemerkosaan itu terjadi pada Oktober 2019 lalu.

Baca Juga: Istana Desak Polisi Buka Kembali Penyelidikan Kasus Pemerkosaan 3 Anak di Luwu Timur

Laporan sang ibu, diterima Polres Luwu Timur pada 9 Oktober 2019 lalu. Setelah melakukan penyelidikan pada 5 Desember 2019, Polri memutuskan untuk menghentikan penyelidikan laporan pencabulan anak oleh sang ayah tersebut. 

Alasannya, tidak ditemukan bukti yang kuat adanya unsur pemerkosaan yang dialami ketiga anak tersebut.

Belakangan laporan dugaan pemerkosaan anak ini mencuat dan mendapat perhatian Istana dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA).

Kasus tersebut menjadi perhatian publik setelah Project Multatuli memublikasikan hasil reportasenya pada Rabu (6/10/2021).

Dikutip dari Kompas.com reportase itu bercerita tentang Lydia (nama samaran) ibu dari tiga korban yang merasa tidak mendapatkan keadilan dari Polres Luwu Timur karena perkaranya tidak dilanjutkan.

Baca Juga: Dugaan Perkosaan Anak di Luwu Timur, KSP: Perkuat Urgensi Pengesahan RUU Pidana Kekerasan Seksual

Pelaku pemerkosaan diduga mantan suami Lydia sekaligus ayah kandung korban.

Kasus tersebut sebenarnya terjadi pada tahun 2019, namun dalam proses penyelidikan Polres Luwu Timur mengklaim tidak ditemukan cukup bukti untuk melanjutkan penanganan perkara.

Desakan pada pihak kepolisian untuk kembali melakukan penyelidikan tidak hanya disampaikan oleh Kuasa Hukum Lydia.

Pihak Istana melalui Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardani, berharap Polri segera melakukan penanganan.

Menteri PPPA Bintang Puspayoga juga ikut angkat bicara terkait kasus kekerasan seksual terhadap anak, termasuk kasus pemerkosaan anak di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

Baca Juga: Kemen PPPA: Kami Kirim Tim ke Luwu Timur Dalami Kasus Pemerkosaan Anak

Bintang menegaskan, pada prinsipnya pemerintah tidak memberikan toleransi atas segala bentuk kekerasan terhadap anak, termasuk kekerasan seksual. 

Kekerasan seksual terhadap anak, sambung Bintang, adalah kejahatan serius dan penanganan terhadap korban serta pelaku harus mendapat perhatian serius, kemudian mengutamakan hak-hak anak yang menjadi korban.

 

Penulis : Johannes Mangihot Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU