Amnesti Dinilai sebagai Bentuk Pengakuan Pemerintah atas Kegagalan UU ITE
Peristiwa | 8 Oktober 2021, 10:32 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Amnesti merupakan bentuk pengakuan Presiden dan DPR tentang adanya kegagalan dalam produk hukum, yaitu Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet) Damar Junianto dalam program "Dialog Sapa Indonesia Pagi" Kompas TV, Jumat (9/10/2021).
Ada tiga hal yang disampaikan Damar perihal amnesti yang diberikan kepada korban UU ITE. Dengan begitu dia pun mendorong pemerintah untuk segera melakukan revisi total.
"Ketiga yang paling penting adalah amnesti ini bentuk pengakuan dari Presiden dan DPR bahwa sebenarnya terjadi kegagalan pada satu produk hukum kita untuk menciptakan keadilan, yaitu UU ITE," kata Damar Junianto.
Selain itu, Damar menilai amnesti dipandang sebagai jalan keluar di tengah kebuntuan dan kegagalan hukum.
Serta, sebagai upaya negara untuk menyelamatkan warga negara.
"Amnesti bisa dipandang dari banyak sisi, pertama bisa dipandang jalan keluar di tengah kebuntuan atau kegagalan hukum kita. Lalu, bisa dipandang sebagai cara negara untuk menyelamatkan warga negara," jelasnya.
Lebih lanjut, Damar menerangkan bahwa amnesti yang diberikan kepada Saiful Mahdi, dosen Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh, merupakan amnesti kedua yang diberikan Presiden kepada korban UU ITE.
Baca Juga: Rektor Universitas Syiah Kuala Sebut Seharusnya Saiful Mahdi Minta Maaf dari Dulu
Sebelumnya, kata Damar, Baiq Nuril lebih dulu mendapatkan amnesti karena dijerat oleh undang-undang yang sama.
Damar mengaku khawatir lantaran penyelesaian UU ITE harus diselesaikan dengan amnesti. Padahal menurutnya, amnesti tidak bisa terus-menerus diandalkan sebagai sebuah solusi.
"Jadi saya khawatir betul dengan penyelesaian UU ITE ini kalau semua harus diselesaikan dengan amnesti. Artinya memang betul ada problem dalam hukum kita. Dan kita tidak bisa terus-menerus mengandalkan jalan keluar ini sebagai sebuah solusi," terangnya.
Oleh karena itu, Damar mengusulkan UU ITE untuk segera direvisi secara total lantaran ada banyak warga negara yang terjerat dan kasusnya sudah menumpuk.
"Yang harus dilakukan sekarang, Presiden dan DPR menyadari bahwa amnesti ini diberikan kepada doktor Saiful Mahdi secepatnya melakukan revisi total kepada UU ITE karena kasus sudah menumpuk," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, DPR menyetujui permohonan amnesti yang diajukan dosen jurusan statistika FMIPA Unsyiah, Saiful Mahdi. Keputusan itu diambil dalam Rapat Paripurna yang digelar pada Kamis (7/10/2021).
Baca Juga: Pemerintah Telah Proses Permintaan Amnesti Dosen Universitas Syiah
Seperti diketahui, Saiful Mahdi divonis bersalah dan dihukum tiga bulan atas kasus pencemaran nama baik dengan dasar UU ITE pada Kamis, 2 September 2021 lalu.
"Sehubungan dengan hal tersebut, Presiden mengajukan kepada DPR RI untuk meminta pertimbangan atas rencana pemberian amnesti terhadap Doktor Saiful Mahdi. Apakah dapat disetujui?" tanya pimpinan rapat Muhaimin Iskandar.
"Setuju," jawab seluruh peserta rapat.
Kasus itu bermula saat Saiful mengirimkan pesan via WA yang isinya kritik terhadap proses penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) untuk dosen di Fakultas Teknik Unsyiah, 25 Februari 2019.
Saiful mengetahui ada salah satu peserta yang dinyatakan lolos padahal salah mengunggah berkas. Kritik disampaikan Saiful melalui WhatsApp Grup pada Maret 2019 dengan isi sebagai berikut:
"Innalillahi wainna ilaihi rajiun. Dapat kabar duka matinya akal sehat dalam jajaran pimpinan FT Unsyiah saat tes PNS kemarin. Bukti determinisme teknik itu sangat mudah dikorup? Gong Xi Fat Cai!!!"
Namun, pihak Dekan Fakultas Teknik Unsyiah Taufiq Saidi, kemudian melaporkan Saiful ke polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik berbekal tulisan di grup Whatsapp itu.
Baca Juga: Kisah Saiful Mahdi, Beri Masukan Draft RUU ITE yang Dipenjara Karena UU ITE, Kini Dapat Amnesti
Penulis : Nurul Fitriana Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV