> >

Haris Azhar Bantah Tudingan Minta Saham Freeport ke Luhut

Hukum | 7 Oktober 2021, 13:46 WIB
Direktur Lokataru Foundation Haris Azhar (Sumber: KOMPAS.com/Devina Halim)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Polemik antara Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan terus berlanjut.

Terbaru, Haris Azhar melalui kuasa hukumnya membantah tudingan Juniver Girsang yang menyebut bahwa Haris datang kepada Luhut untuk meminta saham PT Freeport Indonesia (PT FI).

Kuasa Hukum Haris Azhar menegakan bahwa tudingan tersebut tanpa dasar sama sekali.

Selain itu, Juniver juga tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai apakah tuduhannya dilontarkan dalam kapasitasnya menjalankan peran terhormatnya sebagai advokat yang membela kliennya, atau sebagai pribadi.

"Namun apapun itu, baik dalam posisi sebagai seorang advokat maupun pribadi, tuduhan yang bersangkutan jauh dari nilai-nilai etik profesi advokat yang terhormat yang wajib menghormati sesama rekan se-profesi dan mengutamakan perdamaian dalam menangani permasalahan kliennya," kata tim kuasa hukum Haris Azhar dalam keteranga pers virtualinya, Kamis (7/10/2021).

Baca Juga: Kuasa Hukum Menko Luhut Binsar Pandjaitan dan Haris Azhar Buka Suara Soal Kelanjutan Proses Hukum

Pieter Ell, salah satu kuasa hukum Haris mengatakan, tuduhan Juniver yang juga sebagai pengacara Luhut merupakan bentuk kepanikan. 

Kepanikan yang dimaksud Pieter adalah temuan yang menyebut Luhut terlibat dalam tambang emas di Papua itu.

Kata Pieter, pihak Luhut tidak bisa membantah temuan itu dan buntutnya adalah serangan pada Haris dengan melaporkannya ke polisi dan menuduh Haris minta saham Freeport ke Luhut.

"Semacam gerakan pencak silat. Menyerang dalam kepanikan," kata Pieter.

Karena tuduhan minta saham itu dilontarkan tanpa dasar, maka kuasa hukum Haris mengaku tak dapat menerangkan apapun dan dalam konteks apa tuduhan itu dilontarkan.

Namun, pihak Haris menduga kuat tuduhan tersebut berkaitan dengan advokasi yang dilakukan Haris Azhar dan kantor hukum Lokataru dalam mendampingi Masyarakat Adat Tiga Kampung (Tsinga, Waa Banti, Aroanop) - masyarakat pemilik hak ulayat di Grassberg dan masyarakat yang terkena dampak permanen atas hadirnya PT FI di tanah Papua - untuk memperjuangkan haknya memperoleh bagian atas saham PT FI sebagaimana telah diakui dan dijanjikan dalam perjanjian divestasi saham PT FI. 

Perjanjian yang dimaksud adalah “Perjanjian Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten Mimika dan PT Indonesia Asahan Alumunium (Persero) Tentang Pengambilan Saham Divestasi PT Freeport Indonesia” tanggal 12 Januari 2018. 

Sesuai dengan Pasal 2.2 Perjanjian Divestasi PT Freeport Indonesia (FI), diatur bahwa Pemerintah Daerah Papua, dalam hal ini Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten Mimika akan mendapatkan porsi saham sebesar 10%, dengan komposisi: Pemerintah Provinsi Papua sebesar 3% dan Pemerintah Kabupaten Mimika sebesar 7% termasuk mewakili hak-hak masyarakat pemilik hak ulayat dan masyarakat yang terkena dampak permanen.

Namun hingga saat ini, belum jelas realisasi dari perjanjian tersebut. Atas porsi saham 10% tersebut, Pemerintah Provinsi Papua menerbitkan Peraturan Daerah yang pada intinya mengatur mengenai pembentukan BUMD Papua untuk mengelola porsi kepemilikan saham PT FI oleh Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten Mimika. 

Baca Juga: Freeport Bakal Beri Bonus untuk Atlet Papua yang Raih Medali di PON XX Papua

Dalam Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 1 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 7 Tahun 2018 tentang Perseroan Terbatas Papua Divestasi Mandiri pada intinya mengatur adanya perubahan komposisi saham perusahaan dengan pemerintah provinsi memiliki saham sebesar 30% sedangkan pemerintah kabupaten Mimika memiliki saham sebesar 70%. 

Komposisi saham 70% tersebut termasuk mewakili hak-hak masyarakat pemilik hak ulayat dan masyarakat yang terkena dampak permanen. 

Kendati begitu, pengaturan tersebut dianggap masih menyisakan masalah karena tidak jelasnya aturan mengenai bagian saham PT FI untuk Masyarakat Adat Tiga Kampung.

Dengan kata lain, perda-perda yang ada belum mengakomodir tuntutan dan hak masyarakat pemilik hak ulayat dan masyarakat yang terkena dampak permanen usaha pertambangan di Papua. 

"Hal inilah yang mungkin menjadi cerita di balik tuduhan tanpa dasar Juniver Girsang. Padahal cerita yang sebenarnya adalah tuntutan sah dari Masyarakat adat yang diajukan kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah mengenai realisasi perjanjian divestasi saham PT.FI," terang Kuasa Hukum Haris Azhar.

Dalam upaya memperjuangkan haknya, masyarakat adat yang tergabung dalam Forum Pemilik Hak Sulung di sekitar Grassberg telah menuntut secara sah, tidak hanya kepada Koordinator Kementerian Maritim dan Investasi, namun juga kepada kementerian terkait lainnya dan kepada Pemerintah Kabupaten Mimika. 

Bagi kuasa Hukum Haris Azhar dan masyarakat adat pemilik Hak Sulung di sekitar Grassberg menilai tuduhan Juniver justeru mengungkap peristiwa sebenarnya mengenai bagaimana Pemerintah pusat melalui Koordinator Kementerian Maritim dan Investasi.

Setidaknya, kata mereka, Koordinator Kementerian Maritim dan Investasi patut dinilai telah abai atau kurang berperan dalam menjawab tuntutan sah dari masyarakat adat Papua, khususnya Masyarakat Adat Tiga Kampung (Tsinga, Waa Banti, Aroanop).

Untuk diketahui, tuduhan Juniver soal Haris Azhar minta saham Freeport ke Luhut itu dlontar pada sebauh acara talkshow, Rabu (29/9/2021).

Baca Juga: Kuasa Hukum Haris Azhar Tak Khawatir dengan Klarifikasi Luhut Ke Polda Metro Jaya

Penulis : Hedi Basri Editor : Fadhilah

Sumber : Kompas TV


TERBARU