Langkah Kapolri yang Terkesan Wakili Presiden dalam Nasib 56 Pegawai KPK Justru Memperumit Situasi
Berita utama | 30 September 2021, 05:00 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi menilai langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang terkesan mewakili Presiden Joko Widodo dalam nasib 56 pegawai KPK tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) justru memperumit situasi.
Hal tersebut disampaikan oleh Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mewakili Masyarakat Sipil Antikorupsi, Rabu (29/9/2021).
“Kami menilai bahwa alih-alih menyelesaikan masalah, langkah Kapolri yang terkesan mewakili Presiden Joko Widodo justru dapat semakin memperumit situasi,” kata Kurnia Ramadhana.
“Betapa tidak, Selasa, 28 September 2021, Kapolri tiba-tiba menyebutkan bahwa 56 pegawai KPK yang dianggap tidak lolos TWK akan segera dilantik sebagai aparatur sipil negara di Kepolisian. Maka dari itu, timbul satu pertanyaan penting, apakah sikap Kapolri tersebut mewakili sikap Presiden?.”
Baca Juga: Pegawai KPK Tak Lulus TWK Bertambah Jadi 57 Orang, Ini Identitasnya
Penting untuk diingat dan dipahami, kata Kurnia, perlawanan hukum yang dilakukan oleh 56 pegawai KPK di berbagai lembaga negara, mulai dari Ombudsman, Komnas HAM, Mahkamah Konstitusi, dan Mahkamah Agung, telah mengeluarkan satu kesimpulan. Yakni, penyelenggaran TWK dipenuhi dengan sejumlah persoalan.
“Di antaranya, maladministrasi berdasarkan temuan Ombudsman serta melanggar hak asasi manusia sebagaimana disampaikan oleh Komnas HAM,” ujarnya.
“Seluruh temuan tersebut pada dasarnya bermuara pada sikap Presiden. Maka dari itu, apapun keputusan Presiden selayaknya disampaikan secara langsung, bukan justru didelegasikan kepada pihak lain, dalam hal ini Kapolri.”
Kurnia lebih lanjut menambahkan, rencana pemerintah mengangkat 56 pegawai KPK menjadi ASN di Polri juga kian menguatkan sinyal bahwa TWK penuh masalah.
Logika hukumnya, pemerintah melalui Menkopolhukam mengungkapkan bahwa dasar hukum pengangkatan 56 pegawai KPK adalah Pasal 3 ayat (1) PP 17/2020.
“Aturan itu menyebutkan bahwa Presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi pembinaan PNS berwenang menetapkan pengangkatan PNS,” ucap Kurnia.
Baca Juga: Komnas HAM Nilai Ide Kapolri Rekrut 56 Pegawai KPK sebagai Sikap Presiden
“Sedangkan pada waktu yang sama, Pimpinan KPK mengatakan bahwa 56 pegawai tidak bisa diangkat menjadi ASN karena tidak lolos TWK.”
Kurnia menuturkan, jika PP 17/2020 menjadi dasar sepatutnya Presiden Jokowi menegur dan mengevaluasi Pimpinan KPK karena telah membuat gaduh serta meresahkan masyarakat atas tindakannya dalam penyelenggaraan TWK.
“Hal ini dibenarkan secara peraturan perundang-undangan. Sebab, Presiden merupakan atasan langsung dari KPK berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi dan dituangkan dalam perubahan UU KPK,” ujar Kurnia.
“Sederhananya, jika Presiden mengangkat 56 pegawai ASN tanpa diikuti evaluasi atas kinerja Pimpinan KPK, maka patut diduga pihak eksekutif juga berada pada posisi yang sama dengan Firli Bahuri dan komisioner lainnya.”
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV