KPK Akui Tak Beri Pesangon dan Uang Pensiun untuk Novel Baswedan Dkk Setelah Dipecat
Hukum | 21 September 2021, 15:17 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui tidak memberikan pesangon dan uang pensiun kepada 56 pegawai KPK, termasuk Novel Baswedan yang akan dipecat per tanggal 30 September 2021.
"Pegawai KPK yang berhenti dengan hormat memang tidak mendapatkan pesangon dan uang pensiun,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangan resminya di Jakarta, Selasa (21/9/2021).
Baca Juga: Pegawai KPK yang Dipecat Tak Dapat Pesangon, Cuma Terima Tunjangan Hari Tua dan BPJS Ketenagakerjaan
Namun demikian, Ali memastikan KPK akan memenuhi hak 56 pegawai yang diberhentikan dengan hormat untuk mendapatkan tunjangan hari tua.
“Tunjangan hari tua diberikan sebagai pengganti manfaat uang pensiun,” ucap Ali.
Ali mengatakan tunjangan hari tua merupakan dana tunai yang diberikan oleh KPK kepada penasihat dan pegawai sebagai jaminan kesejahteraan pada saat berakhirnya masa tugas (purnatugas).
Baca Juga: Ketua DPRD DKI Jakarta Siap Penuhi Panggilan KPK Soal Dugaan Korupsi Tanah Munjul
"Termasuk segala manfaat atau fasilitas lain yang menjadi bagian dari benefit kepesertaan program tunjangan hari tua yang besarannya ditetapkan KPK,” ujarnya.
Adapun pengelolaannya nanti akan dilaksanakan oleh BPJS Ketenagakerjaan serta pihak ketiga yang telah ditunjuk.
Pelaksanaan tunjangan hari tua tersebut, lanjut dia, diatur secara rinci melalui Perkom Nomor 2 Tahun 2018 tentang Tunjangan Hari Tua Penasihat dan Pegawai serta Keputusan Sekjen KPK Nomor 390 Tahun 2018 tentang Alokasi Iuran Tunjangan Hari Tua untuk Tim Penasihat/Pegawai KPK.
Baca Juga: Ketua DPRD DKI Jakarta Tiba di KPK, Penuhi Panggilan Penyidik soal Korupsi Lahan Munjul
"Besaran iuran tunjangan hari tua tiap bulannya, yaitu senilai 16 persen yang dihitung berdasarkan gaji terdiri atas 13 persen berasal dari APBN dan 3 persen dari kontribusi pegawai di mana iurannya dikumpulkan sejak seseorang diangkat menjadi pegawai," ucap Ali.
Ia mengatakan, pemenuhan hak keuangan tersebut sebagai bentuk kepatuhan terhadap perundang-undangan, sekaligus penghargaan atas profesionalitas, jasa, dan pengabdian insan KPK selama melaksanakan tugas pemberantasan korupsi di KPK.
Sementara itu, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi nonaktif KPK Giri Suprapdiono, salah satu pegawai yang akan dipecat, membandingkan nasib 56 pegawai KPK yang akan dipecat dengan buruh pabrik.
Baca Juga: Ketua DPRD DKI Jakarta Tiba di KPK, Penuhi Panggilan Penyidik soal Korupsi Lahan Munjul
Giri menilai pemberantas korupsi dianggap layaknya sebagai sampah karena tak mendapat pesangon dan tunjangan dari tempatnya bekerja.
"Buruh pabrik saja dapat pesangon, pemberantas korupsi dicampakkan seperti sampah," ucap Giri.
Giri mengaku sudah menerima SK pemecatan dirinya. Dalam tanda terima SK itu, Giri sempat membubuhi keterangan tambahan terkait keputusan Firli Bahuri memecat dirinya dan puluhan pegawai KPK imbas TWK.
Baca Juga: Hari Ini KPK Panggil Anies Baswedan untuk Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan Tanah di Munjul
"Tanda terima ini bukan sebagai bentuk penerimaan saya untuk dipecat, tetapi sebagai alat perlawanan saya melawan kezaliman," tulis Giri.
Seperti diketahui, KPK akan memberhentikan dengan hormat 56 pegawai yang tidak memenuhi syarat dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) per 30 September 2021.
TWK merupakan salah satu rangkaian dari proses alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Baca Juga: Sejumlah Pegawai KPK Diperiksa Inspektorat karena Mendukung Novel Baswedan Dkk
Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV