> >

Ribuan Orang Positif Covid Jalan-Jalan?

Aiman | 21 September 2021, 06:10 WIB
Situasi arus lalu lintas di jalur Puncak, Bogor, Jawa Barat, mengalami kemacetan jelang libur Hari Lahir Pancasila, Senin (31/5/2021) malam. (Sumber: KOMPAS.COM/AFDHALUL IKHSAN)

Ada data yang mengejutkan yang disampaikan oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, bahwa ada 3.830 orang yang masih berkeliaran di saat mereka dinyatakan Positif Covid-19. Beruntung, semuanya terhalau masuk ke tempat umum, seperti bandara dan pusat perbelanjaan, lewat aplikasi PeduliLindungi. Tapi seberapa besar pergerakan mereka, dan ada sejumlah pertanyaan lainnya?

Di antaranya adalah pertanyaannya benarkah sebanyak itu, atau faktanya bisa jauh lebih banyak dari angka itu?

Inilah pentingnya jurnalisme untuk mengecek kebenaran, tidak serta-merta mendapatkan data lalu memberikannya mentah-mentah. Konsekuensi dari data ini, bukan main-main.

Jika saja nilai reproduksi harian Covid-19 adalah rata-rata 1. Artinya 1 orang positif Covid akan menularkan sekitar 1 orang lainnya. Ada 3.830 orang, artinya bisa terjadi penularan harian sebesar angka tersebut.

Itu dalam kondisi normal, jika dalam kondisi berkeliling maka bisa jadi angka reproduksi akan meningkat satu waktu jika tak ada intervensi negara soal ini.

Dua Celah Penting

Pertama akan kita verifikasi dahulu, benarkah angka 3.830 itu? Saya mendatangi dua pejabat yang paling bertanggung jawab atas aplikasi PeduliLindungi, pertama adalah Dirjen Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika) Kemenkominfo Semuel Abrijani Pangerapan, lalu ada juga Kepala Kantor Transformasi Digital Kementerian Kesehatan Setiaji.

Saya menanyakan apakah benar angka 3.830 orang berkeliaran saat positif Covid-19? 

Sammy, panggilan akrab Semuel, menyatakan betul.

"Itulah yang terekam dari data PeduliLindungi, orang-orang yang masih terdata positif Covid-19 melakukan check-in di tempat umum, semisal di bandara ataupun mal," ungkap Sammy.

Lalu saya menanyakan ada sejumlah kemungkinan. Apakah data ini valid? Jawabannya adalah iya, karena berbasis pelaporan data yang bebas intervensi.

Tapi setidaknya ada dua celah di sini!

Pertama, saya pun menanyakan, bagaimana jika ada penyintas Covid-19 yang pada hasil laboratorium terakhir dinyatakan positif, lalu katakanlah setelah 15 hari ia tidak kembali melakukan tes, dan cukup dinyatakan sembuh oleh Puskesmas, apakah 3.830 orang ini, termasuk kategori yang saya sebutkan tadi?

Pihak Kementerian Kesehatan mengakui pada awalnya memang ada celah seperti ini, sehingga pasien positif Covid harus melakukan tes di lab agar status di PeduliLindungi kembali hijau alias tidak terdeteksi masih terinfeksi Covid-19. Meski belakangan tes setelah sembuh tidak lagi diwajibkan oleh Pemerintah.

Bagi pasien dengan gejala ringan atau bahkan tanpa gejala, cukup isolasi mandiri selama 10 hari lalu ditambah 3 hari tanpa ada gejala, maka sudah dinyatakan sembuh tidak perlu tes kembali.

Ini sesuai dengan kriteria pasien sembuh Covid-19 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) maupun Kementerian Kesehatan yang telah memberikan petunjuk bahwa isolasi mandiri bisa berakhir setelah 10 hari. 

Hal ini tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor Hk.01.07/Menkes/4641/2021. Yaitu tentang Panduan Pelaksanaan Pemeriksaan, Pelacakan, Karantina, dan Isolasi dalam Rangka Percepatan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19. 

Sebelumnya, Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Reisa Broto Asmoro juga pernah menjelaskan mengenai berapa lama seseorang menjalani isolasi mandiri. 

"Dalam panduan Kementerian Kesehatan, isolasi mandiri dilakukan minimal selama 10 hari, ditambah tiga hari," ungkapnya dikutip dari Kompas.com, 22 Juni 2021 lalu. 

Reisa juga menjelaskan, seseorang yang telah menjalani isolasi mandiri tidak perlu lagi menjalani tes PCR kembali untuk dinyatakan sembuh. 

Atas hal ini, Setiaji mengungkapkan atas celah ini, beberapa saat yang lalu telah diperbaiki. Jadi ada kesimpulan pertama, bahwa 3.830 orang yang tercatat masih positif Covid-19, adalah belum tentu semuanya berstatus kasus aktif Covid-19, alias masih infectious. Bisa jadi ada banyak dari mereka yang sudah sembuh, tapi belum ter-update sistem PeduliLindungi.

Celah Kedua

Celah kedua adalah, bagaimana dengan pusat perbelanjaan atau tempat umum lainnya yang tidak menerapkan pengamanan ketat?

Saya sendiri mencoba ke suatu tempat pusat perbelanjaan di wilayah Aglomerasi Jakarta. Saya bisa masuk dengan sentosa, karena tidak adanya penjaga di pintu masuk. Tayangan ini secara Eksklusif akan dihadirkan di Program AIMAN yang tayang di KompasTV Setiap Senin pukul 8 malam.

Atas hal ini, Sammy mengungkapkan, pihaknya juga berkoordinasi dengan pemerintah daerah, untuk memberikan sanksi bagi pengelola fasilitas umum yang lalai akan menjaga penularan. Denda besar hingga kurungan menanti, hati-hati!

PeduliLindungi memang bukan barang baru dari sisi aplikasi. Ada aplikasi serupa yang juga menjadi perisai penularan, sebut saja Aplikasi "TraceTogether"  yang dikembangkan Pemerintah Singapura.

Bahkan aplikasi ini, terhubung dengan perangkat asuransi kesehatan hingga pensiun. Tidak ada satu pun orang di Singapura yang bisa beraktivitas tanpa mengunduh aplikasi ini.

Jika ada orang yang positif atau kontak erat dengan penderita di sekitar kita, maka aplikasi akan memberikan peringatan atau notification, bahwa posisi Anda tidaklah aman, dan pada jarak dan waktu tertentu, Anda justru bisa dikategorikan orang yang kontak erat.

"Di sini jika ada pasien positif atau kontak erat maka harus isolasi. Dan saat ini isolasinya harus di hotel khusus yang ditunjuk pemerintah. Di ruangan 4x6 meter tanpa jendela yang bisa dibuka, tapi sinar matahari tetap masuk, dan diberi kunci akses yang hanya bisa untuk 1 kali masuk, tak bisa keluar seenaknya. Petugas semua yang akan melayani dengan sistemnya," kata Dubes RI untuk Singapura Suryopratomo kepada saya di tayangan AIMAN.

Kembali soal 3.830 orang, artinya belum terjawab tuntas. Apakah jumlahnya kurang dari itu, atau sebaliknya lebih?

Sistem PeduliLindungi yang konon setiap hari dievaluasi, seharusnya bisa menjadi super-apps yang andal dan aman bagi warga. Menjadi perisai bagi penularan Covid, aman dari kebocoran data, dan bebas dari isu-isu yang memata-matai pergerakan warganya untuk tujuan di luar perihal penularan!

Tak ada pilihan untuk ke depan.

Selamat datang di kehidupan baru, cara baru, dan sistem yang baru!

Mata dan telinga publik selalu dibutuhkan untuk mengembangkan dan juga mengawasi penggunaannya!

Saya Aiman Witjaksono...

Salam!

 

 

Penulis : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU