KPK Diminta Laksanakan Rekomendasi Ombudsman Terkait Maladministrasi TWK
Hukum | 19 September 2021, 19:51 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Ombudsman Republik Indonesia meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melaksanakan rekomendasi terkait dugaan maladministrasi dalam proses peralihan pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Ombudsman juga memastikan rekomendasi telah diserahkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ketua DPR Puan Maharani.
"Kami sudah mengirimkan rekomendasi itu kepada para pihak, tentu pihak terlapor tetapi terutama atasan pihak terlapor dalam hal ini adalah Presiden dan sudah diterima oleh pihak Sekretariat Negara dan juga kepada Ketua DPR," ujar Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng dalam diskusi virtual, Minggu (19/9/2021).
"Pesannya cuma satu, melaksanakan peralihan pegawai KPK menjadi pegawai ASN," ucap dia.
Baca juga: Polemik TWK, AJI Desak Presiden Jokowi Perintahkan KPK Ikuti Rekomendasi Komnas HAM dan Ombudsman
Ia menegaskan sangat sedikit kasus aduan yang diterima Ombudsman berakhir pada tahap rekomendasi. Bahkan, pada 2020, Omudsman telah memeriksa 12.000 kasus dan berakhir di Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP).
"Kasus ini masuk pada tahapan yang menjadi produk pamungkas Ombudsman atau sebagai mahkotanya, yakni menyampaikan surat rekomendasi pada atasan terlapor," ucap dia.
Terlapor dalam kasus TWK pegawai KPK yakni mengacu pada KPK dan BKN.
Sedangkan atasan terlapor yakni mengacu pada Presiden Jokowi dan Ketua DPR RI Puan Maharani.
"Berdasarkan aturan dalam Undang-Undang Ombudsman, rekomendasi terkait laporan pemeriksaan memang disampaikan ke presiden dan DPR RI," katanya.
Baca juga: Komnas HAM: Ada Potensi Korupsi dalam Penyelenggaraan TWK Pegawai KPK
Apalagi, secara kelembagaan KPK merupakan rumpun kekuasaan eksekutif di bawah komando presiden.
"Jadi tidak bisa bapak presiden menyampaikan bahwa tidak boleh semuanya ke saya, ya ini bukan kemauan Ombudsman, ini perintah undang-undang. Kami justru salah kalau muaranya tidak ke Bapak Presiden," Endi menambahkan.
"Dan dari sisi substansi, kasus ini soal kepegawaian, dan pemegang kekuasaan tertinggi dalam proses kepegawaian itu presiden," ungkapnya.
Penulis : Baitur Rohman Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV