> >

Pakar Hukum Nilai Sanksi Pelanggaran Etik Lili Pintauli Siregar dari Dewas KPK Terlalu Ringan

Hukum | 30 Agustus 2021, 17:05 WIB
Pakar hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof Hibnu Nugroho (Sumber: Kompastv/Ant)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pakar hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof Hibnu Nugroho menilai sanksi yang dijatuhkan Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Lili Pintauli Siregar terlalu ringan.

Menurut Hibnu, pemotongan gaji bukanlah sanksi berat atas pelanggaran yang sudah dilakukan wakil ketua KPK tersebut.

"Menurut saya, ini sebagai warning bahwa seorang pimpinan itu harus  zero permasalahan, zero sanksi. Oleh karenanya, itu (sanksi yang diberikan kepada Lili Pintauli) bukan sanksi berat kalau hanya pemotongan gaji dan sebagainya," kata Hibnu Nugroho, Senin (30/8/2021).

Dalam hal ini, Hibnu merespons sanksi yang telah resmi diberikan Dewas KPK kepada pimpinan yang terbukti melakukan pelanggaran.

Adapun sanksi tersebut hanya berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan.

Sementara itu, kata Hibnu, seharusnya sanksi berat dapat berupa penundaan pangkat jika yang melakukan pelanggaran merupakan pegawai negara.

Sedangkan bagi seorang pimpinan dapat diberi sanksi dengan menonaktifkan dari segala kegiatan dalam kurun waktu tertentu.

Hibnu menyebut sanksi yang diberikan kepada Lili Pintauli hanyalah sanksi sedang, bukanlah sanksi berat.

Baca Juga: MAKI soal Sanksi Lili Pintauli Siregar: Harusnya Mengundurkan Diri atau Pemecatan

"Sanksi berat itu berarti dibebaskan dari kegiatan pimpinan selama setengah tahun. Ini baru sanksi, ini masih menjabat kepemimpinannya. Dengan demikian, apapun yang terjadi, ini sebagai warning bagi KPK atau suatu tantangan tersendiri bagaimana seorang pemimpin KPK itu zero dari permasalahan," jelas Hibnu.

Ia mengatakan jika permasalahan tersebut berkaitan dengan tugasnya, hal itu merupakan suatu yang tidak bisa diteladani dan tidak bisa menjadi suatu rujukan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

"Oleh karena itu, sangat disayangkan kalau sanksi yang diberikan hanya berupa pemotongan gaji, artinya enggak tegas. Itu hanya sanksi seperti sanksi administrasi, padahal yang dilakukan terkait dengan tugas dan fungsinya," kata Hibnu.

Terkait dengan hal itu, Hibnu mengaku sepakat dengan tuntutan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) meminta agar Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengundurkan diri dari KPK setelah terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku.

Menurutnya, apa yang dilakukan Lili Pintauli merupakan noda bagi KPK yang dapat menurunkan kewibawaan lembaga antirasuah tersebut termasuk menurunkan kewibawaan presiden.

"Apa yang dilakukan Lili Pintauli juga dapat menurunkan kepercayaan masyarakat kepada KPK dalam pemberantasan korupsi," kata pegiat antikorupsi itu.

Diberitakan sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Lili Pintauli Siregar berterima kasih kepada Dewan Pengawas KPK yang memotong gajinya 12 bulan sebagai sanksi berat atas pelanggaran kode etik.

Pernyataan singkat itu disampaikan Lili Pintauli Siregar saat Dewas KPK memberikan kesempatan kepadanya untuk menanggapi putusan.

“Terima kasih,” ucap Lili Pintauli Siregar, Senin (30/8/2021).

Sebelumnya, KPK menyampaikan telah memberikan sanksi berat terhadap Pimpinan KPK Lili Pintauli Siregar. Hukuman tersebut adalah sanksi atas pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku yang terbukti dilakukan Lili Pintauli Siregar.

“Menghukum terperiksa dengan sanksi berat berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan,” kata Ketua Dewas KPK Tumpak H Panggabean.

“Demikian diputuskan dalam rapat permusyawaratan majelis pada hari Kamis tanggal 26 Agustus 2021 oleh kami sekali Ketua Majelis Tumpak H Panggabean, Albetina Ho selaku anggota dan Harjono selaku anggota.”

Baca Juga: Langgar Kode Etik dan Gaji Dipotong 12 Bulan, Pimpinan KPK Lili Pintauli: Terima Kasih

Dalam pernyataannya, Tumpak menyampaikan setidaknya ada dua hal yang terbukti melanggar dan dilakukan Lili Pintauli Siregar, yaitu bersalah melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku berupa menyalahgunakan pengaruh sebagai insan KPK untuk kepentingan pribadi.

Penulis : Nurul Fitriana Editor : Purwanto

Sumber : Kompas TV/Antara


TERBARU