Wagub DKI Tanggapi Temuan BPK soal Pemborosan Rp 3 Miliar di Pengadaan Lahan Makam
Berita utama | 24 Agustus 2021, 10:17 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria memberi tanggapan terkait dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) DKI Jakarta atas adanya pemborosan anggaran pengadaan lahan makam oleh Pemprov DKI sebesar Rp 3,3 miliar.
Riza mengatakan, seluruh proses pengadaan tanah makam sudah diperhitungkan dengan baik.
"Nanti kekurangan (lahan) salah kelebihan salah, semua sudah diperhitungkan," kata Riza kepada wartawan, Senin (23/8/2021) malam.
Riza menjelaskan, pengadaan lahan makam tidak hanya diperuntukkan sebagai lahan pemakaman untuk pasien Covid-19 saja.
Jika tidak ada lagi pasien Covid-19 yang meninggal, maka lahan pemakaman bisa dijadikan lahan pemakaman umum.
"Kebutuhan makam kan tidak hanya untuk (jenazah pasien) Covid, tapi juga pemakaman yang biasa, jadi tidak kelebihan, malah kami justru khawatir kurang," ucap dia.
Baca Juga: BPK Temukan Pemborosan Rp 3,3 Miliar di Pengadaan Lahan Makam Pemprov DKI
Sebagai informasi, BPK menemukan pemborosan sejumlah Rp 3.329.333.000, berkaitan dengan pengadaan tanah makam Covid-19 seluas 14.349 meter persegi di Srengseng Sawah, Jakarta Selatan.
Temuan tersebut tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang diterbitkan BPK DKI Jakarta untuk tahun anggaran 2020.
Mulanya BPK melakukan perbandingan antara dkondisi di lapangan dan laporan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) terkait pengadaan lahan makam tersebut.
BPK kemudian meminta agar dilakukan simulasi perhitungan ulang terkait pengadaan lahan makam yang ada di Jalan Sarjana, Kelurahan Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Baca Juga: Puan Maharani Tidak Hadir, Sidang Gugatan Seleksi Calon Anggota BPK Ditunda Pekan Depan
Lalu, BPK menemukan nilai kesepakatan pengadaan lahan seluas 14.349 meter persegi itu sebesar Rp 67.907.317.000.
Sementara biaya yang dibayarkan oleh Pemprov DKI sebesar Rp 71.236.650.000.
"Permasalahan di atas mengakibatkan nilai appraisal yang ditetapkan oleh KJPP untuk pengadaan tanah DPHK menjadi tidak akurat, dan diragukan keandalannya, serta tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya," tulis BPK.
Dari kedua nilai tersebut, ada selisih sebesar kurang lebih Rp 3,3 miliar.
Penulis : Hasya Nindita Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV