Simak, Gejala Berpikir Lemot Bisa Terjadi Pasca Sembuh dari Covid-19
Kesehatan | 18 Agustus 2021, 03:30 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Dokter spesialis saraf di Rumah Sakit Universitas Indonesia, dr. Pukovisa Prawirohardjo, Sp.S(K) mengatakan, penurunan fungsi kognitif yang gejalanya mencakup lupa hingga pikiran melambat atau lemot bisa dialami mereka yang sembuh dari Covid-19.
Lebih rinci mengenai gejala penurunan fungsi kognitif ini yakni "LALILULELO", singkatan dari Labil emosi atau pendiriannya, Linglung, Lupa, Lemot atau pikiran melamban, dan Logika berpikir menurun.
"Terdapat gejala dini pikun atau demensia yang disingkat LALILULELO. Bila menemukan 1 dari 5 gejala ini, segera lakukan pemeriksaan ke dokter," ujar dia dalam siaran pers RSUI, dikutip Antara, Selasa (17/8/2021).
Pemeriksaan yang dimaksud Pukovisa meliputi pemeriksaan fisik menyeluruh.
Terutama tekanan darah, sistem pernapasan, indeks massa tubuh, jantung pembuluh darah dan pencernaan, skrining keluhan saraf, skrining kognitif, serta pemantauan risiko otak sehat dan pemeriksaan darah serta radiologi jika dibutuhkan.
Selain pemeriksaan secara medis, Puvokisa juga memperbanyak interaksi sosial dan menyusun aktivitas.
Produktif terjadwal dapat membantu mengatasi gangguan kognitif yang dialami.
Baca Juga: Penyintas Covid-19 Wajib Waspadai Gejala "Long Covid" yang Bisa Terjadi
Berdasarkan beberapa penelitian, infeksi virus corona tidak hanya menyerang saluran pernapasan, tapi juga dapat berdampak negatif terhadap saraf dan otak.
Senada Pukovisa, dokter spesialis saraf sekaligus Kepala Instalasi Gawat Darurat RSUI, dr. Ramdinal Aviesena Zairinal, Sp.S., mengatakan virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 bisa mengenai secara langsung dan tak langsung.
"Secara langsung yaitu virus yang berada pada ujung-ujung saraf, misalnya saraf pada hidung, lidah, paru-paru, usus, lalu ke otak. Pada jalur yang tidak langsung, saraf bisa terkena akibat respon tubuh melawan virus, virus di dalam pembuluh darah dan beredar ke seluruh tubuh dan bisa masuk ke otak," ujar dilansir.
Pada kondisi awal, kata Ramdinal, gangguan saraf bisa berupa sakit kepala, gangguan penciuman dan pengecapan. Sementara pada kondisi lanjut, gangguan saraf bisa berupa stroke, penurunan kesadaran dan kejang.
Oleh karena itu, menurut Ramdinal, pasien perlu segera memeriksakan diri ke dokter untuk mencegah komplikasi yang lebih parah.
Ramdinal mengaku pernah melakukan penelitian bersama timnya terkait gangguan saraf pada penderita Covid-19 di RSUI dan RSCM.
Mereka menemukan, dari 227 pasien, terdapat beberapa pasien yang mengalami gangguan saraf dengan gejala antara lain: penurunan kesadaran (59 kasus), stroke (58 kasus), pingsan (46 kasus), kejang (28 kasus), sakit kepala (22 kasus), infeksi otak (16 kasus), serta gangguan penciuman atau pengecapan (8 kasus).
Sementara untuk angka kematian selama perawatan di rumah sakit yakni sebesar 48,5 persen atau 110 dari 227 pasien.
Hal tersebut disebabkan karena pasien yang dirawat kebanyakan bergejala berat dan juga memiliki gangguan saraf berat.
Sebenarnya, simpul Ramdinal, bukan hanya Covid-19, yang menjadi faktor risiko gangguan kognitif. Gaya hidup tak sehat seperti kurang berolahraga, makan makanan yang tidak bergizi seimbang, mengonsumsi alkohol dan merokok juga bisa menjadi penyebab masalah ini.
Di samping itu, ada faktor risiko lain yakni memiliki masalah medis yang sudah ada sebelumnya terutama berhubungan dengan otak, diabetes, kelainan pembuluh darah, kolesterol tinggi, serta tekanan darah tinggi.
Baca Juga: Hati-hati Long Covid Pada Anak | ROSI
Masih melansir ANTARA, sebelumnya, sebuah studi yang dipresentasikan dalam Konferensi Internasional Asosiasi Alzheimer atau Alzheimer's Association International Conference pada 29 Juli 2021 di Denver, Colorado menemukan, banyak penyintas Covid-19 mengalami "kabut otak" dan gangguan kognitif lainnya beberapa bulan setelah pemulihan.
Dalam studi itu, para peneliti dari University of Texas Health Science Center di San Antonio Long School of Medicine dan kolega, mempelajari kognisi dan indra penciuman pada hampir 300 orang dewasa di Argentina yang mengalami Covid-19.
Mereka mempelajari para partisipan antara tiga dan enam bulan setelah infeksi Covid-19. Hasilnya, lebih dari separuh menunjukkan masalah terus-menerus lupa.
Temuan tersebut menambah deretan hasil studi terkait gejala long Covid-19 seperti bingung, lupa dan dan tanda-tanda hilangnya ingatan yang mengkhawatirkan lainnya.
Studi serupa yang dipublikasikan jurnal EClinicalMedicine The Lancet pada 22 Juli lalu, menunjukkan penyintas Covid-19 termasuk mereka yang tidak lagi melaporkan gejala memperlihatkan defisit kognitif signifikan.
Kondisi tersebut dialami baik oleh mereka yang dulu dirawat di rumah sakit maupun yang tidak.
Baca Juga: Berikut 5 Panduan Sementara Mengatasi Long Covid dari CDC
Penulis : Hedi Basri Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV/Antara